Dalang Ki Manteb Soedarsono Meninggal Dijuluki Dalang Setan dan Dalang Oje
Karanganyar, Dupanews.id – Ki Manteb Soedarsono , dalang kondang yang dijuluki dalang setan dan jargon Oye meninggal di rumahnya Dusun Sekiteran, Kelurahan Doplang, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar Jumat pukul 09.45 WIB. Selanjutnya telah dimakamkan di pemakaman keluarga. i Dusun Keliteran RT 02 RW 08 di Desa Doplang dengan menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penularan COVID-19 .
Kabar duka” ini pertama kali diunggah melalui akun Twitter Sudjiwo Tedjo dan dibenarkan anaknya yaitu Ki Medhot Sudarsono.Mejurut Sekretaris Desa Doplang Ade Irawan, yang juga keponakan almarhum kondisi kesehatannya menurun sejak Senin (28/6/2021), setelah langsung pertunjukan wayang kulit.
Sempat menjalani isolasi mandiri setelah hasil dari tes swab antigen positif.
Kondisi kesehatan dalang wayang kulit termasyhur ini sempat membaik, namun menurun lagi pada Kamis (1/7/2021)Keluarga hendak membawanya ke rumah sakit namun karena rumah sakit penuh Ki Manteb akhirnya hanya bisa menjalani perawatan di rumah hingga meninggal dunia.
Baca Juga : Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Diberlakukan 3-20 Juli 2021 di Jawa-Bali
Ia meninggalkan enam anak dan satu anak angkat serta seorang istri.
Ki Manteb Soedharsono putra seorang dalang , bernama Ki Hardjo Brahim. Ia dilahirkan di Dusun Jatimalang, Kelurahan Palur, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, pada tanggal 31 Agustus 1948.
Manteb sebagai putra pertama dididik dengan keras agar bisa menjadi dalang tulen seperti dirinya. Ki Hardjo sering mengajak Manteb ikut mendalang ketika ia mengadakan pertunjukan.
Sementara itu, ibu Manteb yang juga seorang seniman, penabuh gamelan, lebih suka jika putranya itu memiliki pekerjaan sampingan.
Untuk meningkatkan keahliannya, Manteb banyak belajar kepada para dalang senior, misalnya kepada dalang legendaris Ki Narto Sabdo pada tahun 1972, dan kepada Ki Sudarman Gondodarsono yang ahli sabet, pada tahun 1974.
Pada tahun ’70 dan ’80-an, dunia pedalangan wayang kulit “dikuasai Ki Narto Sabdo dan Ki Anom Suroto. Ki Manteb berusaha keras menemukan jati diri untuk bisa tetap eksis dalam kariernya. Jika Ki Narto mahir dalam seni dramatisasi, sedangkan Ki Anom mahir dalam olah suara, maka Ki Manteb memilih untuk mendalami seni menggerakkan wayang, atau yang disebut dengan istilah sabet.
Baca juga : Maksimalkan Jogo Tonggo dan PPKM, Hartopo Optimis Covid-19 di Kudus Mereda
Ki Manteb mengaku hobi menonton film kung fu yang dibintangi Bruce Lee dan Jackie Chan, untuk kemudian diterapkan dalam pedalangan. Untuk mendukung keindahan sabet yang dimainkannya, Ki Manteb pun membawa peralatan musik modern ke atas pentas, misalnya tambur, biola, terompet, ataupun simbal.
Pada awalnya hal ini banyak mengundang kritik dari para dalang senior. Namun tidak sedikit pula yang mendukung inovasi Ki Manteb. Keahlian Ki Manteb dalam olah sabet tidak hanya sekadar adegan bertarung saja, tetapi juga meliputi adegan menari, sedih, gembira, terkejut, mengantuk, dan sebagainya.
Selain itu ia juga menciptakan adegan flashback yang sebelumnya hanya dikenal dalam dunia perfilman dan karya sastra saja. Ia berpendapat jika ingin menjadi dalang sabet yang mahir, maka harus bisa membuat wayang dengan tangannya sendiri.
Ki Manteb mulai mendalang sejak kecil. Namun, popularitasnya sebagai seniman tingkat nasional mulai diperhitungkan publik sejak ia menggelar pertunjukan Banjaran Bima sebulan sekali selama setahun penuh di Jakarta pada tahun 1987.
` Ki Manteb mengaku, Banjaran Bima merupakan tonggak bersejarah dalam hidupnya. Sejak itu namanya semakin terkenal. Bahkan, pada tahun ’90-an, tingkat popularitasnya telah melebihi Ki Anom Suroto, yang juga menjadi kakak angkatnya.
Baca juga Bupati Kudus mengadakan Munajat Istighosah Turunkan Covid-19
Pada tanggal 4–5 September 2004, Ki Manteb membuat rekor dengan mendalang 24 jam tanpa henti dengan lakon Baratayudha. Pertunjukan ini berlokasi di RRI Semarang, Jalan A. Yani 144–146 Semarang. Berkat pementasannya ini, ia mendapatkan rekor MURI pentas wayang kulit terlama. Dan hebatnya, meskipun telah mendalang selama 24 jam itu.
Pada tahun 1982 Ki Manteb menjadi juara Pakeliran Padat se-Surakarta.Tahun 1995 Ki Manteb mendapat penghargaan dari Presiden Soeharto berupa Satyalancana Kebudayaan.
Pada awal tahun 1998 Ki Manteb menggelar pertunjukkan kolosal di Museum Keprajuritan Taman Mini Indonesia Indah, dengan lakon Rama Tambak. Pergelaran yang sukses ini mendapat dukungan dari pakar wayang STSI.
Baca juga Kudus Masih Zona Merah, Korban Meninggal 1.156
Pada tahun 2004 Ki Manteb memecahkan rekor MURI mendalang selama 24 jam 28 menit tanpa istirahat. Tahun 2010 penghargaan “Nikkei Asia Prize Award 2010” dalam bidang kebudayaan dianugerahkan kepada Ki Manteb Soedharsono. Karena kontribusinya yang signifikan bagi kelestarian dan kemajuan kebudayaan Indonesia terutama wayang kulit.(Ant/Wikipedia/Sup)