Warisan Bu Anna, 16 Pohon Duku Sumber
Kudus, Dupanews.id – Anna, perempuan berumur 58 tahun, memperoleh warisan dari sang suami, yang meninggal sekitar seribu hari lalu, berupa 16 pohon Duku Sumber. Tanaman buah-buahan unggulan khas Kudus yang cukup dikenal. Dulu yang ngurusi tanaman itu hampir seluruhnya almarhum. Sekarang “diwariskan” ke saya dan akan saya laksanakan sebaik mungkin,” tutur ibu dari dua anak ini saat ditemui Dupanews.id, Sabtu (5/3/2022) di rumahnya, tepi jalan raya Kudus – Pati masuk wilayah Dukuh Sumber Desa Hadipolo.
Kemudian Ana, mengajak melihat langsung 16 pohon Duku Sumber yang berada di pekarangan belakang rumahnya. Pohon tersebut mulai ditanam sejak tahun 1984/1985 dengan jarak dari pohon ke pohon sekitar lima meter. Dalam bentuk berjajar memanjang. “Itu ada beberapa bekas sumur, yang semula sebagai sumber air untuk menyirami seluruh tanaman. Sempat diganti dengan sumber air lain, tapi akhirnya kami memilih mengganti dengan sumur bor. Dengan membuat “tower” tandon air yang dioperasikan dengan tenaga listrik. Lebih hemat dan praktis.” tuturnya.
Dia menambahkan, dalam setiap musim kemarau, tanaman tersebut membutuhkan air cukup banyak. Dan harus dipupuk paling tidak setahun dua kali dengan pupuk organik. Sedangkan seluruh daun yang rontok, sengaja dibiarkan tidak disapu-dibersihkan, karena akan menjadi pupuk alami- setelah “disiram” dengan tanah. “Itu ,menjadikan akar bertambah sehat dan kuat. Dalam setiap tahun paling sedikit harus mengeluarkan biaya Rp 5 juta untuk biaya perawatannya. Saya sebenarnya mendambakan adanya bantuan rekayasa teknologi agar masa panen Duku Sumber dari setahun sekali panen menjadi dua kali panen,”.
Dengan hanya sekali panen per tahun, maka penghasilan yang diperoleh tidak begitu signifikan. Apalagi bagi warga yang hanya punya beberapa pohon dan tanpa pemeliharaan rutin.
Menurut Anna, setelah 10 – 11 tahun tertanam, maka Duku Sumber baru mulai berproduksi. Dengan jumlah produksi/rata rata produksi per pohon tidak bisa menentu setiap tahunnya. Tergantung proses pemeliharaan, cuaca dan keberutunga. “Tapi jika dirata rata semua pohon yang berjumlah 16 batang tersebut menghasilkan 1,2 ton/tahun/musim panen. Dengan harga jual Rp 35.000 – Rp 38.000 per kilogram. Sempat anjlok menjadi Rp 20.000 – Rp 23.000 per kilogram saat kulit Duku Sumber berubah dari kuning langsat menjadi kehitaman. Meski isinya tetap utuh-tidak tersentuh hama. Sampai sekarang pihak Dinas Pertanian-Perkebunan belum pernah berhasil untuk mengatasinya,”
Tentang harga Duku Sumber yang jauh lebih tinggi dibanding dengan Duku Palembang, menurut Anna, menyangkut kualitas. Antara lain, Duku Sumber mampu bertahan paling tidak sepuluh hari setelah petik, kondisi buah masih tetap “sehat”. Artinya dari warna kulit yang tetap kekuningan-tidak berubah pucat dan isinya juga tetap enak-manis. Pembeda dengan duku lain, kulitnya lebih tipis.Buah lebih tebal. Bagi yang hobi duku berkualitas memang lebih menyukai membeli Duku Sumber. Konsumen-pelanggan kami kami memang warga yang “berduit”. Memang sebagian besar pemasarannya berada di luar Kudus,”tambah Anna.
Meski berpenghasilan “kotor”( belum dikurangi dengan pemeliharaan rutin, upah tenaga kerja saat panen dan sebagainya) sekitar Rp 42 juta per tahun, Anna masih berusaha untuk nebas Duku Sumber ke warga lainnya, juga berbagai usaha lain, kegiatan keagamaan hingga sosial.
Rumahnya tergolong rumah model kuno- dengan banyak jendela berdaun lebar. Begitu peralatannya seperti meja kursi- termasuk dua kursi panjang dari bambu. Sedang di halaman depan dan samping kiri ( timur) banyak ditanami aneka macam bunga.
Anna salah satu perempuan yang kini secara tidak langsung menjadi pewaris, penyelamat, sekaligus pelestari Duku Sumber. Duku Sumber menurut Kepala Pusat Kajian Hortikultura Tropika Dr Awang Maharijaya, termasuk salah satu duku unggulan nasional. Duku unggulan lainnya, yaitu Duku Komering/Palembang, Tasuan, Kumpeh, Metesih ( Kabupaten Karanganyar) dan Duku Condet (DKI Jakarta)(Sup)