KudusPemerintahanWisata,

Terlalu Jauh Desa Janggalan Mengklaim Jerusalem Van Java

Share

Kudus, Dupanews.id – Bupati Kudus, Hartopo, pemerhati budaya/dosen IAIN Abdul Jalil, Ketua Kelompok sadar wisata (Pokdarwis) Renni Yuniati dan Kepala Desa Janggalan  Noor Aziz, sepakat mengklaim Desa Janggalan sebagai Jerusalem Van Java. Bersamaan saat Hartopo memberikan surat keputusan Desa Janggalan ditetapkan sebagai desa wisata 10 November 2021.

Menurut Hartopo : Desa Janggalan banyak potensi wisata yang bisa menjadi daya tarik. Seperti rumah adat khas Kudus, kuliner, Masjid dan perpaduan kebudayaan.

Sedang Abdul Jalil berpendapat : merupakan tempat bertemunya empat peradaban- Jawa, Cina, Arab, dan Eropa.

Lalu menurut Renni Yuniati :Jerussalem merupakan asal dari Jafar Sodiq atau yang dikenal dengan Sunan Kudus, makanan khas ( nasi jangkrik, bothok). Kemudian Noor Aziz menambahkan, memiliki rumah kuno, hingga makam Mbah Janggalan. “ Dia adalah sosok  yang dipercaya memelihara kuda kesayangan Sunan Kudus,” ujarnya.

Namun menurut hasil penelitian IAIN Kudus, Mbah Djenggolo bernama asli Sirojudin. Salah seorang utusan Sunan Kudus yang ditugaskan ke wilayah Jawa Timur dengan menunggang kuda putih. Namun ditengah jalan dihadang para begal, tapi dengan mudah dikalahkan dengan hanya mengandalkan tangan kosong.

Ia juga dikenal “sakti”. Itu ditunjukkan waktu Sunan Kudus mengadakan musyawarah di pendopo tajug dan beliau mengharap kedatangan Mbah Djenggolo. Seketika itu, muncullah Mbah Djenggolo secara tiba-tiba (jonggol). Dan peristiwa yang berasal dari ceritera rakyat ini, dijadikan nama desa Janggalan. Mbah Djenggolo sebagai sesepuh desa.Tapi tidak pernah didukung dengan bukti.

Mengutip Wikipedia : Dalam bahasa Arab, Yerusalem paling sering disebut القُدس, ditransliterasikan sebagai al-Quds dan berarti “Yang Suci” atau “Tempat Suci”.

Nama Ibrani untuk Yerusalem adalah Yerushalayim yang berarti “warisan perdamaian” (yerusha berarti “warisan” dan “shalom” yang berarti damai

 menawarkan etimologisasi seperti “Kota Damai”, “Kediaman Damai”, “hunian damai” (“didirikan dalam keselamatan”) sebagai alternatifnya yaitu “Visi Perdamaian

Merupakan salah satu kota tertua di dunia. Terletak di sebuah dataran tinggi di Pegunungan Yudea antara Laut Tengah dan Laut Mati. Kota ini dianggap suci dalam tiga agama Abrahamik utama—YudaismeKekristenan, dan Islam. Masih menjadi ganjalan antara Israel dan Palestina.Selama ini yang banyak ditulis dan dipublikasikan terbatas  nama Kudus dan gunung Muria.

Desa wisata menurut Sandiaga Salahuddin Uno atau lebih dikenal dengan nama Sandiaga Uno,Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif :harus ada sumber daya manusia dan masyarakat yang berperan sebagai penggerak desa wisata di desa tersebut.Desa wisata telah memiliki surat keputusan dari bupati setempat.Pemerintah daerah sudah memiliki rencana induk pembangunan kepariwisataan daerah dan target kepariwisataan. Adanya hasil mes dari desa wisata. Sehingga dalam pengembangan desa wisata masyarakat diharapkan memiliki keunikan, ciri khas berbasis kearifan lokal.

Desa Janggalan , salah satu desa di wilayah Kecamatan Kota Kudus dengan jumlah penduduk sekitar 2.346 jiwa ( tahun 2017) dan sebagian besar beragama Islam. Hanya ada lima warga yang memeluk agama Khatolik. Lalu ada dua rumah kuno, terdiri satu rumah adat Kudus dan satu rumah arsitektur Belanda. Memiliki sejumlah pengrajin dan pengusaha bordir.

Latah atau target

Apa yang dimiliki Desa Janggalan yang telah ditetapkan sebagai desa wisata, juga banyak dimiliki desa lain.  Bahkan memiliki  obyek jauh menarik dan dudukung dari segi keilmuan ( ilmiah) Misalnya desa tetangganya, Desa Sunggingan yang “ memiliki” Kiai Telingsing- guru Sunan Kudus- yang juga dikenal sebagai ahli sungging (ukir). Desa Kauman yang “memiliki “ Masjid Menara Makam Sunan Kudus. Lalu di seberang  depan ada masjid, kelenteng. Lalu di selatan jalan Sunan Kudus ada langgar bubar, rumah peninggalan Nitisemito yang dikenal sebagai Raja Kretek .

Di sebelah timur Kali Gelis masuk Desa Demaan,  ada makam Pangeran Puger, ada pendopo kabupaten, rumah rumah etnis Cina. Sebagian besar adalah cagar budaya atau paling tidak memiliki nilai sejarah- nilai budaya

Dan jika merunut pada hasil penelitian dari Balai Pelestarian Cagar Budaya  (BPCB) Jawa Tengah tercatat 88 benda cagar budaya. Namun jumlah yang begitu banyak tidak/belum dimanfaatkan pihak Pemkab Kudus. Dalam hal ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Dibudpar) untuk dijadikan obyek- tempat wisata. Memang ada sebagian kecil yang mampu menyedot banyak pengunjung. Seperti Menara Sunan Kudus dan Sunan Muria Colo.  Alasan klise dari Dibudpar, karena keterbatasan dana.

Lalu ada obyek wisata buatan yang menelan biaya miliaran rupiah, tapi di tengah jalan ambyar. Salah satu contohnya Taman Lampion di komplek Taman Krida Wergu. Lalu di depannya juga ada proyek air mancur warna warni dan bisa “ bersuara”.

Dengan  munculnya program Desa Wisata beban Dibudpar sebenarnya lebih ringan. Sebab hampir semuanya ditangani desa yang bersangkutan. Namun seharusnya Dibudpar juga mendalami ketentuan dari Menteri Parwisata  tentang  salah satu persyaratan sebagai desa wisata : Pemerintah daerah sudah memiliki rencana induk pembangunan kepariwisataan daerah dan target kepariwisataan.

Nampaknya sejak  Dibudpar Kudus ditangani Noorcholis hingga saat ini ditangan pelaksana tugas Mutrikah (Tika) belum memiliki  rencana induk kepariwisataan. Sebagian besar desa wisata di kota kretek ini, nyaris hanya sebagai papan nama.

Rintisan hingga penetapan desa wisata terkesan hanya “ramai” di permukaan.Hanya anut grubyuk. Hanya sekedar memenuhi target dan hanya latah. Hanya dengan modal memiliki kearifan lokal- khususnya punden, kuburan, sesepuh dan lainnya yang tidak memiliki nilai jual tinggi- sudah ditetapkan sebagai desa wisata.

Kudus kulon yang sudah sempat dikaji Departemen Pemukiman  dan Prasarana  Wilayah Direktorat Jendral Tata Perkotaan  dan Tata Perdesaan  Bagian Proyek  Penataan  dan Revitalisasi Kawasan Wilayah Tengah . Akhirnya hanya  dimasukkan “dalam laci”.

Padahal data tertulis yang dituangkan dalam sebuah buku Bantuan Teknis Perencanaan  dan Revitalisasi Kawasan Pusat Kota Kudus  (Menara Kudus) lumayan lengkap dan rinci. Tinggal memasukkan data atau program yang belum terkaver.

Seandainya Pemkab Kudus mau  melaksanakan dan dijadikan program hingga rencana induk pembangunan wisata, maka  kemungkinan besar bakal mampu mendongkrak minat dan kedatangan wisatawan domistik, nusantara hingga mancanegara. Kudus sangat jauh tertinggal dengan kabupaten/kota lainnya di Jawa Tengah. Apalagi jika hanya sekedar  “mengklaim” dan meniru.

Janggalan Van Jerusalem memang terlalu jauh(Sup)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button