Kudus, dupanews.id – Sentra kerajinan sangkar burung banyak ditemui di Desa Megawon, Jati, Kudus. Sebagian besar masyarakat setempat menjadikannya sebagai mata pencaharian utama maupun sampingan. Bahkan usaha ini sudah dilakukan secara turun-temurun.
Muhammad Irsyad (39), salah satu pemilik sentra kerajinan ini menuturkan awal mula mendirikan pabrik sangkar burung adalah untuk meneruskan pekerjaan ayahnya, Pak Wakiran, yang sudah memulai usaha sangkar burung sejak tahun 1992.
“Mulai bisa membuat sangkar burung sejak kelas 5 SD, baru kemudian tahun 1999 saya lepas dari bapak dan mendirikan pabrik sendiri. Kemudian tahun 2005-2013 sudah memiliki 18 sampai 22 karyawan,” jelasnya.
Tak hanya itu, Irsyad, berbekal teori dari saudaranya yang sempat belajar produksi sangkar burung di Mranggen dan Solo juga membuatnya berani mendirikan pabrik sangkar burung sendiri, kemudian membagikan ilmunya kepada para warga sekitar hingga ke luar daerah.
Selama 20 tahun merintis usaha turun-temurun, dan berkembang luas sampai sekarang, Irsyad juga mengalami berbagai kesulitan, hingga terancam gulung tikar pada tahun 2016. Sempat mencoba beralih profesi, namun hingga sekarang ia masih bertahan di usaha sangkar burung.
Baca Juga : “Amblong” Saluran Air Citywalk Kudus Ditutup Keranjang Sampah
“Pada tahun 2014 terjadi berbagai musim, dan akhirnya pada saat itu ketika booming burung lovebirt sangat berdampak pada pengrajin sangkar burung dengan bahan kayu. Karena burung lovebirt dan sejenis burung yang berparuh tidak cocok untuk sangkar kayu melainkan sangkar besi,” tuturnya.
Salah satu warga Desa Megawon, Sholikin (53). Mengaku memilih bekerja sebagai pengrajin sangkar burung di tempat saudaranya untuk mengisi waktu luang ketika sepi dari pekerjaanya. Ia juga menjelaskan bahwa
produksi sangkar burung telah menjadi mata pencaharian turun-temurun warga Megawon sejak tahun 1975.
Baca Juga : Kasus Pasar Piji, Kuswantoro, Mantan Pejabat Kini sengsara, Tanahnya Konon “Dicaplok” Pemkab Kudus
“Awalnya hanya satu orang, Pak Badri, lalu banyak warga yang tertarik dan ingin belajar proses pembuatan sangkar burung,”. Ujarnya saat ditemui di pabrik sangkar burung pada Jum’at, (19/3/21).
Lebih lanjut, Sholikin, menyebutkan bahwa jumlah pengarajin sangkar burung di Desa Megawon saat ini telah mencapai kurang lebih 50 pengrajin.
“Sementara untuk pabrik terbesar hanya satu,” lanjutnya.
Sebagai usaha turun- temurun warga Megawon, usaha sangkar burung memiliki nilai filosofis tersendiri, yaitu untuk melatih kesabaran dan ketekunan. (Qom/Wul/Lim)