Kudus, Dupanews.id – Sudah 30 tahun lebih Ali Mustain “mengabdi” di Dinas Pertanian Kabupaten Kudus. Belum pernah menerima gaji tetap maupun berbagai bentuk tunjangan. Statusnya juga tidak jelas. Anehnya sampai sekarang “mbah kakung” yang telah berusia 73 tahun ini masih “dikaryakan” Dinas Pertanian sebagai jagal hewan di rumah pemotongan hewan (RPH) Desa Prambatan Kidul Kecamatan Kaliwungu. “Bentuk penghargaan juga belum pernah ada, Hanya sekali saja diberikan sebuah pisau khusus untuk menyembelih hewan, Itu sudah lama dan sudah rusak,” tuturnya pada Dupanews di rumahnya Desa Ploso Kecamatan Jati, Kamis sore (4/3/2021). Depan seberang jalan Gedung DPRD ( arah barat sekitar 50-100 meter).
Sebelum berganti nama menjadi Dinas Pertanian Kudus, dinas ini lebih dahulu memiliki nama panjang Dinas Pertanian tanaman pangan, Peternakan, Perikanan dan Kehutanan
Selaku jagal kerbau, nyaris setiap tengah malam harus “bertugas” ke RPH Prambatan dengan naik motor pribadi. Menembus kegelapan malam dan dinginnya hawa, sehingga harus mengenakan jaket. “ Pemotongan harus selesai sebelum matahari terbit, karena harus secepatnya diangkut ke pasar pasar, Saat ini paling banyak hanya tiga ekor hewan (kerbau/sapi) yang dipotong per hari. Saya memperoleh upah dari pemilik hewan Rp 20.000 per ekor. Saya terpanggil menjadi jagal karena dilatar-belakangi ibadah.,” tegasnya. .
Dengan penghasilan yang tidak begitu besar tersebut, Ali mencari tambahan sebagai pranata cara sekaligus menyewakan pakaian dan perlengkapan.Khususnya untuk perkawinan. Dengan terlebih dahulu mendalami “ilmu” tentang pranata cara melalui Permadani- sebuah lembaga yang bergerak dan bertujuan untuk nguri –uri bahasa dan budaya Jawa. Isterinya Sugiarti menyewakan kamar (kos-kosan) dan membuka warung
Sedang sebagai perangkat desa, ayah dari lima orang anak dan 15 cucu ini, memiliki salah satu karya yang umumnya tidak dilakukan perangkat desa lain. Yaitu membuat peta desa, peta RT , peta pasar dan peta pusat pertokoaan modern (komplek Matahari) secara rinci. Lengkap dengan nama yang ditulis dengan tangan.
Menurut dia, sebelum meraih sertifikat ( sebagai tenaga ahli potong hewan besar (sapi/kerbau) dari Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Jawa Tengah 2007, sudah beberapa tahun lebih dahulu menjadi jagal amatir yang malang melintang di seputar Kudus.
Guna meraih sertifikat tersebut, Ali harus melahap empat materi penyembelihan hewan halal. Yaitu, penyembelihan hewan sesuai syariat Islam, penyemebelihan hewan halal, higienis sanitasi rumah pemotongan hewan dan prosedur sertifikasi dan labelisasi halal. “Jadi menyembelih hewan itu tidak asal “gorok” dan tidak semua hewan layak (lolos) untuk disembelih,” ujarnya.
Proses pemotongan
Ali lebih lanjut menjelaskan, proses pemotongan hewan – lebih khusus hewan golongan besar- seperti sapi dan kerbau, didahului surat permohonan untuk pemotongan Kemudian cek phisik apakah layak potong, yaitu dari sisi umur dan kesehatan hewan. Setelah selesai proses administrasi , hewan ditambatkan di komplek rumah pemotongan hewan, agar tidak stres tidak mengamuk.
Sebelum hewan digorok lehernya, maka ke empat kaki dan leher diikat dengan tali. Tali di bagian bagian ujung kaki diikatkan pada empat batang besi, agar hewan yang bersangkutan tidak leluasa bergerak. Kemudian beberapa orang secara bersamaan menarik tali dan mengakibatkan hewan itu roboh, dengan leher dan kepala miring.
Proses selanjutnya Ali kemudian melaksanakan penyembelihan dengan sebuah pisau panjang. Kali pertama memotong urat jalan nafas dan jalan makan. Sesaat kemudian darah segar mengucur, membasahi lobang terbuat dari semen yang kemudian dialirkan ke tempat pembuangan limbah. Itu tugas utamanya sebagai jagal yang hanya membutuhkan waktu beberapa menit saja” Dengan cara seperti ini dipastikan hewan yang dipotong secepatnya mati. Jika tidak sesuai prosedur, bisa menyebabkan daging hewan yang disembelih mengeras, sehingga tidak enak dikomsumsi. “ tambahnya.
Jagal senior ini juga mengingatkan ketika menyembelih ayam yang dianggap hewan kecil atau hewan lemah, sehingga mudah “dimatikan”.
Padahal ketika ayam itu digorok di bagian leher, secara otomatis “sang ayam” melindungi diri dengan memasukkan lidahnya ke arah bawah/dalam, sehingga yang terpotong dengan pisau itu hanya lidahnya. Ayam masih tetap hidup dan malah bisa berlari, sehingga mengagetkan si penyembelih. Jadi harus memastikan lebih dahulu apakah urat nafas dan urat makanan benar-benar telah putus
Usai penyembelihan , “sang hewan” diseret sejauh beberapa jengkal dan kepalanya diletakkan diatas lobang berbentuk empat persegi panjang . Kemudian beberapa orang tenaga trampil yang dibawa pemilik hewan, lalu menyeret tubuh kerbau menjauhi lobang lalu posisi badan di balik. Yaitu punggung di bagian bawah dan perutnya di bagian atas
Selanjutnya kulit bagian perut disobek memanjang dari bawah ( seputar pantat) hingga leher. “Proses berikutnya membedah, mengiris dan memotong dagingnya. Dllanjutkan dengan memotong bagian kepala dan kaki. Itu dilaksanakan oleh 4-6 tenaga profesional, sehingga kurang dari dari satu setengah jam, selesai tuntas. Semua daging, jerohan, kulit, tanduk hingga tulang sudah dimasukkan ke dalam songkro (gerobak kecil), tas-tas plastik dan siap dipasarkan” tambah Ali Mustaim. Pria sepuh yang masih gesit ke sana kemari dengan mengendarai motor sempat memperlihatlan empat pisau yang berbeda ukurannya, namun sama-sama berkualitas. Satu diantaranya di beli di Riau dan sebilah pisau diantaranya buatan Jerman dari bahan baja putih yang sangat tajam.(Sup)