50.000 ton Gabah Lenyap, Petani Makan Apa ?
Kudus, Dupanews. Data yang dihimpun Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Kudus, Didik Tri Prasetyo per Minggu 15 Januari 2023, luas musim tanam (MT) Iluas musim tanam (MT) I (September – Desember 2022) mencapai 10.050 hektar. Namun yang puso (gagal panen) 3.489 hektar dan yang masih tergenang 3.756 hektar.
Dan jika mengacu pada luas tanaman padi yang puso tersebut serta berdasarkan rata rata produksi per hektar 6 ( enam) ton gabah kering sawah (GKS), maka petani di Kota Kretek “kehilangan” 3.489 hektar x 6 ton = 20.934 ton GKS. Lalu jika harga GKS Rp 4.500,-/ kilogram, maka mereka merugi : 20.934.000 kilogram x Rp 4.500 = Rp 94.203.000.000,- atau Rp 92, 2 miliar.
Kerugian tersebut dipastikan bertambah karena masih ada 3.756 hektar yang masih tergenang banjir, Apakah bisa terselamatkan agar tidak puso. Nampaknya sulit. Terutama sawah yang hingga Kamis ( 23/1/2023) masih tergenang..
Dengan data tersebut maka tinggal sekitar 3.805 hektar yang sudah dipanen dan siap panen. Atau akan menghasilkan GKS : 3.805 hektar x 6 ton = 22.830 ton. Jika dikon sekitarversikan menjadi beras tinggal : 60 persen x 22.830 ton = .13.698 ton Sedang kebutuhan beras/makam/ jiwa/hari rata rata 312 gram dan total penduduk di Kabupaten Kudus pada tahun 2022 tercatat 852.443 jiwa. Atau membutuhkan beras : 312 gram x 852.443 jiwa = 265.962.216 gram
Masih menunggu 3-4 bulan
Dengan jumlah lahan puso dan tergenang mencapai 7.245 hektar, maka petani masih harus menunggu 3-4 bulan untuk “menikmati” masa panen. Tetapi untuk “menikmatinya”, harus mencari modal untuk membeli bibit, pupuk, obat-obatan pembasmi hama, biaya tanam, biaya panen, hingga untuk menopang kehdupan sekeluarga. “Jelas ini sangat berat. Dan yang pasti untuk mengatasinya mencari utangan. Utangpun tidak serta merta ke bank, karena butuh banyak prosedur, sehingga yang paling cepat meminjam ke pemilik uang. Bisa saudara,tetangga dan rentenir,” ujar Ketua Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) sistem Kedungombo, Akrab, Kamis ( 26/1/2023).
Dalam situasi seperti in, Akrab sangat setuju dengan pendapat pemerhati pertanian dan lingkungan Universitas Muria Kudus (UMK) Hendi Hendro, agar pihak Asuransi segera mengucurkan haknya petani.. Dalam hal ini petani yang telah tercatat mengikuti program asuransi usaha tani padi (AUTP).
Namun menurut data yang disodorkan Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kudus, Didik Tri Prasetyo ternyata petani yang mengikuti AUTP masih sangat rendah. Yaitu dalam MT 1 (September – Desember 2022) hanya diikuti 982 orang petani saja dengan luasan lahan 453,69 hektar.
Sedang pada akhir November 2021, Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kudus, yang mengikuti program AUTP baru 4.226 petani dengan luas tanaman padi 2.057,49 hektare . Padahal luas sawah yang rutin ditanami padi sekitar 17.000 hektar, dengan jumlah petani lebih dari 40.000 orang.
Menurut Didik : Program AUTP merupakan Program Perlindungan Petani dalam usaha taninya yang terdampak perubahan iklim maupun hama penyakit. Ada 2 (dua) sumber anggaran dalam program tersebut:1. Pembiayaan subsidi dari Pemerintah dari Anggaran APBN (Distjen PSP) pembiayaan 80% dan 20% (petani swadaya).2. AUTP keg APBD prov Jateng (100%) pembiayaan dr APBD 1 shg petani gratis tdk mmbyr premi (syarat luas maksimum 0.5 hektar ke bawah).Dan menurut data yang dihimpun Dupanews : petani hanya membayar premi Rp 36.000,- /hektar / musim tanam/musim panen, sedangkan pemerintah mensubsidi sebesar Rp 144.000,-.
Distanbun Jateng.
Menurut Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Provinsi Jateng Supriyanto, berdasarkan laporan Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan hortikultura (BPTPH) Jateng, areal sawah padi yang tergenang banjir seluas 28.344 hektar, dengan puso sebanyak 5.615 hektar. “Dari laporan BPTPH yang tergenang berada di 12 kabupaten, petani yang ikut Program AUTP dan telah mengajukan permohonan klaim kepada PT Jasindo sebagai perusahaan asuransi sebesar 883 hektar, atau setara dengan nilai klaim Rp5.295.780.000 (data ajuan 26 Desember 2022-3 Januari 2023),” ujarnya, saat dikonfirmasi Diskominfo Jteng Jumat (20/1/2023).
Supriyanto menambahkan : Pemerintah Provinsi Jateng pada 2022 mengalokasikan Program AUTP sebesar 15.000 hektare. Dari program ini, Pemprov Jateng menanggung 20 persen premi yang harus dibayar petani yang terdaftar pada Program AUTP dari Pusat.
Terkait sisa lahan puso yang belum di-cover oleh program AUTP, katanya, Kementerian Pertanian mempunyai program penyediaan benih bagi petani. Saat ini, Pemprov Jateng sedang menunggu ajuan jumlah bibit yang diperlukan dari pemerintah kabupaten.
Dijelaskan, target AUTP tersebut tersebar di 29 kabupaten di Jateng, terutama di wilayah yang berpotensi terjadi bencana terhadap serangan hama atau bencana alam. Di antaranya, Sragen, Grobogan, Pemalang, Brebes, Kudus, Demak, Kebumen, Purworejo, Blora, Sukoharjo, Klaten, dan Wonogiri.
Selain program AUTP dari Pemprov Jateng, teeang Supriyanto, pada 2022 juga mendapat target AUTP dari Pusat sebesar 100.000 hektare. Program ini disalurkan melalui Direktorat Pembiayaan Ditjenpiuep Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian.
Dia membeberkan, pada tahun itu, sejak 21 April-5 Desember 2022, PT Jasindo selaku perusahaan asuransi, telah membayar ganti rugi klaim sebesar Rp3.123.780.000, atau setara dengan 520,63 hektare.”Ketika terjadi kerusakan tanaman atau terjadi gagal panen, petani peserta asuransi akan diberikan ganti rugi klaim sebesar Rp6.000.000 per hektare per musim tanam,” ujar Supriyanto.
Selain itu , jika sawah yang telah ikut program AUTP terkena bencana alam atau serangan OPT, sebelum dinyatakan berhak mendapatkan ganti rugi klaim, petugas asuransi dan POPT (Petugas OPT) akan melakukan survei pemeriksaan dan perhitungan kerusakan. Adapun klaim yang ditanggung pihak asuransi dengan syarat salah satunya, apabila intensitas kerusakan mencapai lebih dari 75 persen dan luas kerusakan mencapai lebih dari 75 persen pada setiap luas petak yang terdampak.
Supriyanto mengatakan pada 2023, Pemprov Jateng menganggarkan Rp540 juta untuk subsidi pembayaran AUTP bagi 15.000 hektar lahan sawah. Sementara Pemerintah RI melalui Kementan menganggarkan seluas 100 ribu hektar, dengan nilai sekitar Rp 4 miliar.“Kami mengajak petani lebih banyak mengikuti program ini. Karena ini merupakan ikhtiar untuk melindungi usaha tani, agar tidak merugi bila terkena hama atau bencana alam. Kami juga mengajak petani yang mendapatkan bantuan rehab jaringan irigasi, untuk ikut program AUTP,”
Petani di Desa Wonosoco, Undaan, Kudus, Suwarji mengatakan sawahnya seringkali diterjang banjir. Sebelum mengikuti program AUTP, ia mengaku terus merugi, hingga menjual harta benda untuk mencukupi kebutuhan tanam padi kembali.
“Dulu sampai jual motor untuk bercocok tanam kembali. Namun alhamdulillah, tahun kemarin saya asuransikan dapat Rp3 juta, untuk bertanam kembali,” paparnya.Setelah mengetahui manfaat AUTP, tahun ini ia mendaftarkan sawahnya seluas satu hektar.
Kepala Desa Wonosoco Setyo Budi mengatakan, di wilayahnya seluas 255 hektar sawah terendam banjir. Namun, dari jumlah tersebut tidak semuanya mengasuransikan sawahnya. Sedangkan Kelompok tani Penggungrejo Desa Wonosoco, tahun lalu sebanyak 15 hektar lebih sawah memeroleh klaim AUTP. Total klaim yang diperoleh h Rp 90 juta. Klaim tersebut langsung ditransfer ke rekening kelompok tani. Adapun, kurun waktu pencairan rerata berkisar tiga bulan.
Sejak tahun 2015:
Menurut data yang dihimpun dari Sinar Tani, Pemerintah telah meluncurkan program Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) sejak tahun 2015. Namun demikian, program perlindungan petani ini tak berjalan mulus. Hampir lima tahun berjalan baru mencapai maksimal 1 juta hektar pertahun.
Karena itu, pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian menargetkan luas lahan pertanian padi yang terdaftar AUTP naik menjadi 3 juta hektar pertahun. “Kalau hanya 1 juta hektar nggak nendang, Menteri Pertanian menginginkan naik kelas menjadi 3 juta hektar supaya kelihatan efeknya,” kata Direktur Pembiayaan, Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian, Indah Megahwati.
“Banyak petani telepon saya mau ikut asuransi, tapi lahannya sudah terkena banjir dan terserang hama sehingga tidak bisa panen. Ini yang sulit. Jadi tolong masifkan sosialisasi asuransi. Banyak masyarakat yang tidak tahu, sudah kejadian baru minta ikut asuransi,” tuturnya.
Indah menambahkan , pemerintah juga mendorong penguatan digitalisasi di daerah dengan sosialisasi penggunaan aplikasi SIAP untuk pendaftaran dan Protan untuk mempercepat proses klaim. “Sekarang mendaftar sudah bisa online. Jadi Jangan ada alasan jauh lokasinya, karena sudah ada aplikasi SIAP, semua proses bisa digital, termasuk penerbitan polis,” katanya.
Ke depan lanjut Indah, pemerintah juga berencana mengembangkan produk asuransi pertanian lainnya. Diantaranya, Asuransi Usaha Tani Bawang Merah (AUTBM), Asuransi Usaha Ternak Kambing/Domba dan Asuransi Usaha Tani Cabai.
Sementara itu Head Of Technic Group PMP Jasindo, Irwan Sofiansyah mengatakan, sejak tahun 2019 pihaknya telah membuat aplikasi berbasis web untuk mempermudah penyuluh dan petani dalam mendaftar asuransi pertanian, baik Personal Computer maupun lalptop yakni aplikasi SIAP. Kemudian pada tahun 2021 aplikasinya sudah berbasis mobile.
“Jadi kita terus meningkatkan kinerja agar petani bisa ikut asuransi ini,” katanya. Data Jasindo untuk tahun 2020, peserta AUTP 1.367.678 petani dengan luas lahan 1.000.001,38 hektar dan nilai klaim Rp 103,7 miliar. Adapun Tahun 2021, jumlah peserta AUTP 588.664 petani, luas lahan 374.088,22 hektar dan nilai klaim Rp 53,9 miliar.
Menurutnya, ada beberapa keuntungan bagi petani yang mengikuti program AUTP. Diantaranya, petani akan ada rasa aman dan nyaman dalam berusaha tani. Artinya, jika tanaman petani rusak, maka akan dapat ganti rugi ketimbang yang tidak memilik asuransi. “Dengan asuransi juga memudahkan petani akses ke lembaga pembiayaan perbankan, karena bisa menjadi jaminan,” katanya.
Banyak Tantangan
Sementara itu Ketua Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Jawa Barat, Otong Wiranta mengatakan, dalam pelaksanaan AUTP banyak tantangan di lapangan. Untuk itu perlu terus disosiasliasikan agar petani mengerti. “Kenyataan di lapangan, informasi mengenai asuransi kelupaan. Biasanya awal musim tanam petani rembug tanam. Nah, sosialisasi AUTP sering terlupakan. Biasnya yang dibicarakan hanya jadwal tanam, benih dan pupuk,” katanya.
Akibatnya menurut Otong, petani belum merasakan memiliki dan manfaatnya. Hal ini menjadi tantangan bagaimana menggugah petani agar mau ikut asuransi pertanian. Apalagi banyak kejadian, petani yang sudah mendaftar tidak memegang polis asuransi. “Jika polis dikirim melalui email, banyak petani tidak mengerti dunia IT, sehingga tidak bisa mendownload,” katanya.
Untuk itu Otong berharap, petani perlu diinformasikan selengkap-lengkapnya. Bisa juga ia mengusulkan, agar program asuransi pertanian ini melalui pendekatan program. Misalnya, petani yang mendapat bantuan benih wajib mengikuti asuransi pertanian,.(Sup)