Pemain Terpilih Persiku Jual Mahal ?
Kudus, Dupanews.id – Ketika sebagian besar diantara 22 pemain yang lolos terpilih menjadi pemain Persiku Liga 3, menolak menanda-tangani kontrak muncul pro kontra. Alasan pemain besaran gaji dianggap kurang. Daerah lain lebih tinggi, Sedang pihak manejemen sudah berdasarkan pedoman dari Liga 3.
Tanpa bermaksud membela manajemen, apa yang telah dilakukannya cukup profesional dan terbuka. Sejak pengangkatan pelatih, asisten pelatih hingga seleksi pemain . Semuanya untuk sementara dibiayai pribadi- dalam hal ini manajer Persiku Ardi. Hal ini disebabkan induk organisasi olahraga KONI Kabupaten Kudus hanya memperoleh anggaran Rp 1 miliar untuk 49 – 50 cabang olahraga (tahun anggaran 2021).
Persiku Liga tiga masih “menyusu” pada APBD Kudus 2021 dan berada di bawah “kekuasaan” Asosiasi kabupaten (Askab) – PSSI di tingkat kabupaten juga terkena imbasnya.
Jadi langkah Ardi yang sebenarnya “bukan orang bola” ini patut diapresiasi- patut didukung. Apalagi manajer yang tinggal di Undaan ini berjanji akan “membawa” Macan Muria ke level dua. Itu membutuhkan biaya cukup besar.
Bila mengacu pada kompetisi Liga 3, saat manajer Persiku di tangan Mamak, anggarannya konon Rp 3,5 miliar itu pun gagal total.
Namun juga perlu dikritisi dalam setiap langkahnya demi Persiku yang sudah “terkapar” sekitar 20 tahun terakhir.
Ketika “pasukan” sudah terbentuk dan selangkah lagi mulai bertarung, direcoki dengan persoalan gaji/kontrak. Padahal “sang tentara” belum maju perang- belum bekerja- belum bermain dalam sistem kompetisi yang serba ada aturannya. Samasekali belum menunjukkan prestasi/
Hampir pasti ketika calon calon pengganti Bambang Harsoyo, Agus Santiko, mampu menuntaskan laga dan Persiku naik kasta, nilai kontraknya otamtis naik. Apalagi jika naik level satu – level tertinggi Liga Indonesia. Dan terpilih menjadi pemain nasional.
Baca Juga : Bupati Kudus Serahkan Piala Bergilir Bulu Tangkis Dan beri Apresiasi Kegiatan Olahraga tersebut
Sangat banyak contoh-bukti atlet top itu muncul bukan ditentukan dari besaran gaji, tapi dari jenjang prestasi. Contoh terbaru adalah atlet ganda putri bulutangkis Indonesia, Greysia Polii- Apriyani Rahayu peraih medali emas pada di Olimpiade Tokyo 2020./2021.
Keduanya berlatih ekstra keras selama bertahun tahun tanpa putus. Bahkan kedua orang tua Apriyani Rahayu yang tinggal jauh di pedesaan hanya mampu memberikan modal berupa sebuah raket yang sebagian besar senarnya sudah putus.
Namun kedua orang tuanya mampu memotifasi anaknya untuk terus melangkah. Dan tentu saja terpulang kepada Apriyani Rahayu sendiri. Selain berbakat juga ditopang dengan semangat- tekat hingga berlatih keras.
Jadi ketika pihak manajemen mengkontrak dengan standar liga 3, sebaiknya para pemain menerimanya. Apalagi tidak hanya uang kontrak, tapi juga fasilitas lainnya juga sudah disiapkan. Mungkin peran orang tua masing masing pemain Persiku Liga 3 diperlukan untuk memberikan sudut pandang yang lebih luas.
Nilai kontrak itu sendiri berkisar antara Rp 2, Rp 2,5 dan Rp 3 juta per bulan per main sesuai “level”. Ketika dianggap lebih rendah dibanding peserta liga 3 lainnya, para pemain mungkin belum berhitung ke hal lain.
Seperti lokasi di luar kabupaten Kudus, yang tentu saja stiuasi dan kondisinya berbeda. Paling tidak dari segi transportasi. Juga belum bisa dipastikan apakah mereka benar diterima- lolos seleksi dan masuk ke level atas. Selain itu bakal terkendala dengan jadwal pendaftaran ke ikut sertaan tim untuk mengikuti kompetisi yang sudah begitu mepet..
Oleh karena itu jika pemain tetap bersikukuh tidak mau menanda-tangani kontrak harus berani menanggung resiko seperti kemungkinan itu yang terjadi. Lagi pula yang ikut “dirugikan” adalah “masyarakat bola” di Kota Kretek- yang sangat mendambakan Macan Muria itu mengaum, bertarung dan memenangkan setiap laga.
Baca Juga : H.M. Hartopo Minta Sinergitas Dan Soliditas Pengurus KONI Terjalin Demi Kemajuan Olahraga Kabupaten Kudus
Stadion Wergu Wetan yang sudah bertambah bangunan tribune di bagian timur juga akan terus menjadi stadion papan nama, karena tim kebanggaan yang samasekali belum berkipirah apalagi berprestasi – malah sudah “ribut” tentang besaran kontrak.
Bagi Ardi dan jajarannya kemungkinan besar dari sisi financial tidak menjadi problem ketika efek negative muncul dari kasus ini. Sebaliknya bagi pemain berbeda. Misalnya kelanjutan jenjang pendidikan dan lapangan kerja.
Jaman pemain Persiku “jaman dulu” (jadul), sejumlah perusahaan besar dan bahkan dari instansi pemerintah menerima-memberikan peluang kepada para pemain yang berminat untuk menjadi salah satu karyawannya.
Dan hanya sebagian kecil yang mampu meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi di jalur olahraga untuk menjadi pengajar hingga pelatih bersertfikat. Ambil contoh konkrit pelatih Persiku Liga 3 saat ini Cuncun Sulistiyo.
Tulisan ini jangan diartikan “memusuhi” para pemain yang menolak menanda-tangani kontrak, tapi lebih pada rasa prhatin sebagai salah satu insan bola di Kudus- saksi hidup masa perjuangan (era Efendi dan kawannya dari Jawa Timur yang bersama pemain lokal mampu mengangkat level Persiku ke tingkat provinsi dan nasional), masa keemasan sebagai anggota Divisi Utama (saat itu) Bambang Harsoyo- Agus Santiko dan masa suram saat ini. Semoga kasus uang kontrak ini segera menemukan jalanl keluar terbaik untuk semua pihak. Dan akhirnya Persiku Liga 3 berhasil tampil mengikuti kompetisi sampai selesai dan mampu menyodok ke Liga 2. Sebuah prestasi yang ditunggu tunggu dan akan menjadi kado istimewa bagi Kabupaten Kudus yang akan berulang tahun ke 472 pada 23 September mendatang. (Sup)