Kudus.Dupanews.id – Jemaat kelenteng Hok Ling Bio yang berlokasi di Jalan Maduraksa/Jalan Sunan Kudus Desa Langgar Dalem Kecamatan Kota Kudus Kabupaten Kudus, per Minggu (30/1/2022) tinggal delapan orang saja. Namun demikian Wignyo Hartono dan isterinya, selaku anggota jemaat dan sekaligus pengurus kelenteng, tetap berusaha untuk merawatnya.
Apalagi kelenteng yang dibangun pada abad ke-14 ini sudah ditetapkan sebagai cagar budaya. Di bawah naungan Perhimpunan Tempat Ibadat Tri Dharma ( PTITD) se Indonesia dan di bawah pembinaan teknis Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Budha Kemneterian Agama.
Selain itu juga pernah mendapat penghargaan dari Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus serta dari Sekolah Tinggi Agama Budha Nalanda Jakarta “ Saya tidak tahu apakah jumlah jemaatnya menyusut lagi dan malah lenyap.” tuturnya, ketika ditemui di toko kelontong miliknya, Minggu siang ( 30/1/2022).Tokotersebut terletak hanya sekitar 10 meter sebelah utara kelenteng.
Selain para jemaat sudah berusia lanjut, juga faktor generasi mudanya memilih agama lain- termasuk anak Wignyo sendiri- yang antara lain sebagai penyebab merosotnya jumlah jemaat kelenteng Hok Ling Bio. Selain itu jumlah pengunjungnya juga menurun drastis. Menjelang Imlek-tahun baru Cina 2022 juga sepi pengunjung. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, kelenteng artinya bangunan tempat memuja- berdoa-bersembahyang dan melakukan upacara kegamaan bagi penganut Konghucu.
Wignyo menambahkan, untuk merawat dan “menjaga” kelenteng tersebut, paling tidak harus mengeluarkan biaya sekitar Rp 1 juta per bulan. “Kami juga sering mendapat bantuan dari pemerintahan desa Langgar Dalem(Dalam). Bukan berupa uang, tapi dalam bentuk barang.Donatur lainnya belum ada.”.
Menurut Sancaka Dwi Supani, anggota Penyelamat Cagar Budaya sekaligus anggota Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI), selain faktor cagar budaya, yang juga menjadi daya tarik dari kelenteng Hok Ling Bio adalah cukriknya, Cukrik adalah semacam asesoris yang terbuat dari kayu dan runcing dibagian ujung Mengingatkan akan bentuk perahu cukrik milik nelayan tradisional.
Dari delapan cukrik , jika dilihat dari sisi selatan nampak menjadi satu kesatuan yang tidak terputus. “ Dan menjadi unik.Kita berharap kelenteng ini semakin menjadi daya tarik bagi warga Kudus sendiri maupun wisatawan atau warga di luar Kota Kretek,” ujarnya.(Sup)