Kudus, Dupanews.id – Kawasan Menara Kudus sudah sangat memprihatinkan. Tidak hanya menyangkut kebersihan lingkungan, tetapi juga penataannya-tata ruangnya yang amburadul. Dan seharusnya semua kegiatan di persiapkan perencanaan yang komprehensif. Dianalisa secara matang Tidak asal ada anggaran Tentu semua itu bisa di analisa secara matang .
Itu pendapat Khariratus, mantan anggota DPRD dan saat ini terjun di berbagai bidang usaha, menyangkut program pemerintah kabupaten (Pemkab) Kudus, menata ulang Taman Menara. Taman ini terletak hanya beberapa puluh meter selatan komplek Menara Masjid Makam Sunan Kudus (M3SK). Dibangun semasa jabatan bupati Kudus di tangan Musthofa pada tahun 2016, tetapi gagal tidak berfungsi layaknya sebuah taman. Dan justru menjadi pangkalan ojek.
Khariratus menambahkan pernah mengusulkan kepada Musthofa agar area depan Menara hingga Sucen steril dari mobil, motor dan sepeda. Hanya khusus untuk pejalan kaki “ Tujuannya untuk menjaga kekuatan struktur bangunan Menara. Juga untuk kerapian dan kebersihan . Seperti di Mekkah Madinah ”.
Bupati Kudus pun merespon.Antara lain dianggarkan untuk pembangunan jalan seputar Menara
dengan dengan bahan utama granit yang didatangkan dari India “Namun akibat tidak di persiapkan sarana prasarana lain yang memadai .Serta tidak tersosialisasi dengan baik , maka sasarannya tidak tercapai” ujar Khariratus.
Berdasarkan data dari papan nama proyek pembangunan jalan dengan bahan granit itu antara lain: panjang jalan Menara mencapai 492,7 meter dan jalan Madurekso 167 meter, atau totalnya 659, 7 meter. Dengan lebar jalan rata-rata 5,10 meter dan menghabiskan biaya Rp 9 miliar.
Dan menurut Samani Intakoris yang saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kudus, didatangkannya granit dari India atas dasar untuk kenyamanan bagi segenap warga. Khususnya para peziarah dan pengunjung komplek Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus.(M3SK) “Selain itu granit lebih natural dan dari sisi ketahanan/kekuatan jauh lebih tinggi dibanding dengan paving block”.
Tapi fakta di lapangan baru beberapa bulan dioperasikan sudah terjadi kerusakan. Sempat diperbaiki, tetapi semakin tahun semakin parah hingga sekarang ini. Diduga granit itu tidak didatangkan dari India ( tidak ada bukti pengiriman barang), tetapi dibeli di toko bangunan besar di Semarang. Dengan harga yang “digelembungkan” lebih dahulu. Harga yang seharusnya hanya Rp 750.000 per meter persegi dinaikkan hingga lebih dari dua kali lipat.(Sup).