Selamatkan Kawasan Konservasi dan Cagar Budaya KEBUN RAYA BOGOR
Bogor, Dupanews.id – Sepanjang Senin (27 /9/2021) yang menandatangani petisi online terus bertanbah, Sebanyak 7.710Petisi telah menandatangani. Dengan 10.000 tanda tangan, petisi ini akan lebih mungkin direspon pembuat keputusan!
Perubahan Tatanan Kebun Raya Bogor sudah ke luar Tupoksi Kebun Raya dan semakin jauh dari marwah Kebun Raya. Program GLOW membuat atraksi sinar lampu di waktu malam, berpotensi merubah keheningan malam Kebun Raya. Nyala dan kilau lampu dikhawatirkan akan mengganggu kehidupan hewan dan serangga penyerbuk.
Nature Communication melaporkan, penggunaan lampu berlebihan di waktu malam akan mengganggu perilaku dan fisiologi serangga penyerbuk, nokturnal maupun diurnal. Lebih jauh Knop et al (2017), melaporkan bahwa kunjungan polinator berkurang sampai 62 % pada komunitas tumbuhan yang diteliti, dan pada tumbuhan tertentu menyebabkan terjadinya penurunan produksi buah sebanyak 13 %.
Kita belum mengetahui secara pasti kehidupan malam serangga penyerbuk tumbuhan tropika, namun dampak yang sama besar kemungkinan akan terjadi di Kebun Raya.
Jalan setapak yang tersusun oleh batu kali khas Kebun Raya Bogor, kini di banyak bagian telah dicor dengan semen. Tidak hanya mengurangi keindahan jalan batu gico, tapi juga mengurangi resapan air. Air yang tidak meresap, mengalir di selokan dan langsung menuju sungai, akibatnya volume sungai akan meningkat. Besar kemungkinan akan berkontribusi pada luapan sungai penyebab banjir di Jakarta
Baca Juga : Alih Fungsi Lahan di Kudus Tidak Terbendung
Kebun Raya Bogor adalah kebun yang tidak terpisahkan dari masyarakat Bogor bahkan Dunia dan sekaligus sebagai ikon kebanggaan. Kebiasaan masyarakat melakukan rekreasi kebun dengan gelar tikar, makan bersama dan bercengkerama bersama keluarga di rindangnya pepohonan langka adalah bagian kehidupan yang telah berlangsung secara turun temurun. Murah meriah, namun syarat dengan nilai silaturahmi.
Kemudian berkembang menjadi wisata jalan santai, tempat wisuda anak-anak TK dan SD dan kegiatan sosial lainnya. Kegiatan lain seperti acara pernikahan, pameran flora, lomba cerdas cermat tetap dilakukan dengan sangat hati-hati menjaga kenyamanan lingkungan dan sesedikit mungkin akses ke koleksi dan nilai penting Kebun Raya lainnya.
Hijaunya Kebun Raya di tengah gemuruh pembangunan, bagaikan oase di tengah padang pasir. Kebun Raya berkontribusi menahan laju pemanasan global. Kebun Raya sebagai kawasan hijau, tempat berbagai jenis tumbuhan langka, dan bernilai ekonomi penting.
Koleksi Tumbuhan di Kebun Raya adalah koleksi aset bangsa yang perlu dilestarikan, diteliti dan digali potensinya untuk dimanfaatkan secara berkelanjutan menjadikan Indonesia sebagai paru-paru dunia berada di jantung Ibu Kota Bogor, Jawa Barat, Kebun Raya tertua di Asia Tenggara itu merupakan surga kecil di dunia
Merunut Sejarah Kebun Raya Bogor.Sejarah Kebun Raya Bogor berdiri pada tanggal 18 Mei 1817 merupakan tahapan (milestone) yang sangat penting bagi Indonesia, yang Dibangun oleh Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi. Upaya melestarikan alam yang menjadi salah satu ruh pendirian Kebun Raya Bogor telah dimulai Bangsa Indonesia sejak lama.
Berdasarkan Prasasti Batutulis yang terletak di Bogor Selatan, Kebun Raya Bogor merupakan hutan samida (hutan buatan) yang dibangun oleh Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi, Raja Kerajaan Pajajaran. Hutan samida dibangun untuk menjaga kelestarian lingkungan serta tempat untuk memelihara benih-benih kayu yang langka.Kebun Raya Bogor yang sudah berumur lebih dari dua abad dalam sejarah panjangnya selalu mengedepankan pendekatan ilmiah dan memperhatikan masalah konservasi dan lingkungan.
Baca Juga : Ada Gendruwo di Balik Galian C Klumpit
Berbagai kegiatan dan usaha yang dilakukan Kebun Raya selalu mempertimbangkan kelima fungsi tersebut. Saat melakukan kegiatan usaha penggalangan dana sekalipun, Kebun Raya tidak silau pada keuntungan sesaat. Selalu memilih green business yang sifatnya enviriomentally friendly.
Sejarah mencatat, saat awal berdirinya Kebun Raya, Pemerintah kolonial Belanda memanfaatkan Kebun Raya sebagai kawasan aklimatisasi tumbuhan ekonomi penting untuk tujuan bisnis “cultuurstelsel” atau Sistem Tanam Paksa. Saat itu dimasukkan berbagai jenis tumbuhan asing yang bernilai ekonomi seperti kopi, teh, kina, kelapa sawit dan lain lain yang kini ikut menopang perekonomian nasional, dan menjadi andalan sumber devisa negara.
Setelah kemerdekaan dan dikelola oleh putra Indonesia, Kebun Raya lebih mengedepankan pendidikan, penelitian dan kegiatan explorasi serta konservasi, menyelamatkan tumbuhan, dengan tidak memperhitungkan nilai bisnis.
Bahkan, pada th 2001 Kebun Raya yang semula hanya Unit Pelaksana Teknis, Eselon III (UPT, E.III) dinaikkan statusnya dan mendapat tugas penting menjadi Pusat Konservasi Tumbuhan, Eselon II. Nama tersebut, dipertahankan hingga kini dengan nama Pusat Riset Konservasi Tumbuhan-BRIN. Naiknya, status Kebun Raya-LIPI mencerminkan pentingnya fungsi Kebun Raya sebagai jawaban atas kerisauan dunia karena tingginya laju kepunahan jenis tumbuhan di Indonesia
Memelihara ekohidrologi di Kebun Raya sangatlah penting, dan sudah lama dilakukan dengan mengurangi jumlah bangunan dan menggantinya dengan koleksi tumbuhan. Sesuai dengan Peraturan LIPI no. 4 th 2019 tentang Pembangunan Kebun Raya. Batas luas maksimal pembangunan fisik (pengerasan lahan) di Kebun Raya Bogor adalah 20 % dari luas total Kebun Raya.
Dengan pengecoran jalan batu gico, dan pemadatan di berbagai tempat diperkirakan akan melebihi batas maksimal 20 %. Berkurangnya resapan air juga dikhawatirkan mempengaruhi debit 5 mata air alami di Kebun Raya Bogor.
Baca Juga : Aneh Tidak ada Satupun Aparat Turun Tangan
Perpustakaan Kebun Raya dengan berbagai buku tua “antiquarium” merupakan napas penting peneliti, yang sekarang dipindahkan kegedung lain yang jauh dari Kebun Raya. Hal ini sangat mungkin mengganggu kegiatan peneliti dan kunjungan mahasiswa, dan peneliti luar yang perlu akses ke buku-buku dan informasi penting Kebun Raya.
Menjauhkan buku dan sumber informasi dari keseharian peneliti Kebun Raya adalah kebijakan yang tidak mendorong meningkatnya riset. Menjauhkan munculnya inovasi kreatif para peneliti, banyak hal lain, yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu. Namun secara keseluruhan, kegiatan-kegiatan GLOW dinilai sudah ke luar dari Tupoksi Kebun Raya, dan semakin jauh dari marwah Kebun Raya.
Mengapa Harus Menjaga Kebun Raya Bogor sebagai Kawasan Konservasi dan Cagar Budaya
Kebun Raya yang telah mendunia, sebagai bagian tak terpisahkan dari jejaring Internasional IABG (International Association of Botanic Gardens) dan BGCI (Botanic Gardens Conservation International) tetap terjaga. Perhatian dunia terhadap Kebun Raya di Indonesia sangatlah luar biasa.
Perlunya Kebun Raya Bogor menjadi perhatian atas penyelamatan Kawasan Konservasi dan Cagar Budaya. Sebagaimana Undang-Undang Cagar Budaya No.11 Tahun 2010 jo. Permen Lingkungan Hidup No. : P.106/MENLHK/ SETJEN/ KUM.1/ 12/2018 jo.Perda Kota Bogor No. 8 Tahun 2020 jo. Perda Kota Bogor No. 17 Tahun 2019.
Kebun Raya Bogor merupakan sebagai warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya dan kawasan cagar budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaanya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan/atau kebudayaan.
baca Juga : Galian C Dilarang Palu “Kematian “ Bagi Kakek Nenek Hadi
Kebun Raya Bogor merupakan kawasan konservasi yang memiliki umur yang tua 2 (dua) abad dan ditetapkan sebagai Kawasan yang dilindungi. Karena terdapat beberapa Tumbuhan, Satwa Liar yang langka dan dilindungi Undang-Undang jadi Kebun Raya Bogor sangat dilindungi keberadaannya guna kelestarian keaneka ragaman hayati.
Jadi tunggu apalagi, mari kita dukung dikembalikannya Marwah Kebun Raya yaitu: 1. Konservasi Tumbuhan; 2. Penelitian; 3. Pendidikan; 4. Wisata Ilmiah, dan 5. Jasa Lingkungan. Ketiga fungsi pertama merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan menjadi acuan bersama seluruh Kebun Raya di dunia (Jackson, P.W, 1999).(Komunitas Sepakat Bogor/Sup)