Talas Uwi – Kimpul, Pangan Masa Depan
Kudus, Dupanews.id – Talas bakal menjadi pangan masa depan. Sebab, potensi pasar luar negeri talas cukup besar. Begitu nilai gizinya. Seperti vitamin A, C, B12, calcium dan kalium. Ada juga talas yang memiliki kandungan glukomanan. “Dengan kadar energi rendah, cukup bagus bagi orang yang gemuk, tapi tetap bisa kenyang saat mengonsumsinya,” ujar Guru Besar Fakultas Pertanian (Institut Pertanian Bogor (IPB), Edi Santoso Bahkan talas Pontianak ternyata cukup dikenal di mancanegara, yang dijual dalam bentuk frozen (beku)
Dengan dikenalnya talas Pontianak di luar negeri, Edi Santoso melihat, justru pangan lokal Indonesia mendapat apresiasi cukup besar. Sebaliknya, bangsa Indonesia justru kurang memperhatikan komoditas pangan lokal, termasuk talas. “Kadang kita kaget, orang lain lebih mengapresiasi, kita tidak banyak memperhatikan,” sesalnya
Ada beberapa negara penghasil talas, seperti Jepang yang lebih banyak mengonsumsi batang talas, Bahkan IPB menginisiasi konsorsium dengan anggota dari negara Malaysia dan Filipuna. Konsorsium itu bukan hanya untuk ekspor, tapi memperkuat ketahanan pangan,” tambahnya.
Baca Juga : Ikuti Aturan Pemerintah, Masyarakat Diimbau Salat di Rumah
Sebagai pangan masa depan, talas merupakan tanaman amfibi yang mudah beradaptasi di lahan basah, lembah dan kering. Talas juga bisa ditanam di lahan terbuka maupun bawah naungan.
Di Indonesia ada empat jenis talas. Pertama, jenis Colocia esculenta yang merupakan kelompok talas bentul, seperti talas Pontianak. Kedua, talas Xanthosoma nigrum (jenis kimpul, belitung, mbothe). Ketiga, Allocasia macrorhiras (sente, talas padang(. Keempat, Cyhtosperma merkusi (keladi purba dan talas rawa). “Semua talas itu bisa dimakan,” ujarnya
Lalu menurut Penyuluh Pertanian Banten, Arifullah, peluang pasar talas cukup besar, bukan hanya dalam bentuk umbi dan tepung, tapi juga daun talas. Di luar negeri seperti Eropa dan Asia, permintaan talas dalam bentuk beku (frozen) dan chip/gaplek kering sebanyak 50-100 ton/bulan.
Sedang daun talas beneng juga kebutuhannya sangat tinggi, baik dalam bentuk beku dan kering. Di luar negeri permintaannya mencapai 100-300 ton/bulan. “Munculnya pasar daun talas, karena ada pelaku usaha yang mencoba membuat terobosan membuat produk berbahan baku talas. Sekarang ini banyak untuk herbal,” ujarnya.
Kepala Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian, Agung Hendriadi menambahkan, talas menjadi produk pangan yang berpotensi untuk diversifikasi pangan. Pemerintah telah menyiapkan tiga strategi.
Baca Juga : Kasus Harian Covid-19 di Kudus Masih “Turun Naik”
Pertama, peningkatan produksi/ketersediaan komoditas talas. Kedua; promosi melalui format peraturan gubernur/bupati/kota, dan media sosial.Ketiga, memperbaiki akses masyarakat terhadap pangan lokal melalui penguatan UMKM, fasilitasi KUR, pendampingan dan branding, serta membuka pasar, baik melalui digital dan market place. “Saya ingin orang nanti mau makan talas, jangan disuruh cabut dan kupas dulu, tapi bisa mendapatkan dalam bentuk frozen (beku) talas,” tegasnya.
Saat ini sentra produksi talas yakni, Jawa Barat (Bogor, Cianjur, Kuningan, Ciasrua), Jawa Tengah (Temanggung, Gunung Lawu dan Wonogiri), Jawa Timur (Malang), Kalimantan Barat (Mempawah), Sumatera Barat dan Papaua Barat. “Sejauh ini data jumlah produksi talas di Indoensia belum tercatat dalam statistika nasional, dan masih sebatas data statistika provinsi dan kabupaten/kota. Menurut Agung konsumsi talas sejak empat tahun terakhir cenderung turun. Jika tahun 2017 mencapai 0,88 kg/kapita/tahun, maka tahun 2020 hanyak 0,45 kg/kapita/tahun. Target pemerintah konsumsi talas bisa meningkat 1,8 kg/kapita/tahun. “Untuk mengangkat konsumsi cukup berat, karena dalam empat tahun terakhir turun terus, Guna menyatukan pelaku usaha talas, perlu sekiranya ada komunitas pelaku usaha talas seperti Masyarakat Singkong Indonesia. (Sintani/Sup)