Ada Gendruwo di Balik Galian C Klumpit
Kudus, Dupanews.id – Diduga Ada “gendrowo” di balik kasus galian C Desa Klumpit Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus. Akibatnya sampai dengan Minggu (22/8/2021) kasus ini belum sepenuhnya terbuka secara “terang benderang”.
Kecuali Suharto (41) dan Ali Muchtarom (47) pengusaha galian C dihukum penjara masing masing selama satu tahun penjara. Sebab menurut Majelis Hakim Pada Pengadilan Negeri Kudus dalam sidangnya pada Kamis (12/11/2020) keduanya terbukti melakukan tindak pidana karena kelalaiannya menyebabkan empat siswa SMP itu tewas. Atau melanggar pasal 359 KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-1.
Salah satu diantara empat hal yang tertulis dalam berita acara per 29 November 2019 : menyebutkan terhadap kondisi lahan yang telah ditambang dengan kondisi yang sangat rusak parah sehingga dikhawatirkan bisa membahayakan keselamatan masyarakat. Perlu dilakukan penataan dan pemerataan lahan yang akan dilakukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kudus dengan biaya ditanggung oleh para pengusaha pertambangan. Dengan jaminan alat berat diamankan pihak kepolisian.
Berita acara tersebu ditanda-tangani 14 orang; yaitu dari Polres, Satpol PP, Dinas PKPLH, Dinas PUPR, Bappeda, Bagian Hukum Setda, Camat Gebog, Kapolsek. Koramil Gebog, Kepala Desa Klumpit, Ketua BPD Desa Klumpit serta perwakilan pengusaha galian C
Namun kenyataannya sampai dengan berita ini ditayangkan, penataan lahan tersebut hanya terbatas pada lokasi-lobang-galian C tempat yang menewaskan tiga anak SMP David Raditia, M Farouq Ilham, Jihar Grifi dan Habib Roihan pada 22 Januari 2020
baca Juga : Galian C Dilarang Palu “Kematian “ Bagi Kakek Nenek Hadi
Lalu muncul lagi berita acara rapat koordinas per Kamis (19/8/2021) yang dipimpin : Kasatpol PP dan peserta / undangan dari : Polres Kudus, Kapolsek Gebog
Koramil Gebog, Camat Gebog, Kades Klumpit, Ketua BPD Klumpit, Pengusaha Gal. C (Sdr. Suheri, Suyatman = hadir, Suharto = tdk hadir), Perwakilan warga yang melaporkan keberatan (Sdr. Sumartono) dan sejumlah anggota. Satpol PP
Semua itu berkibat munculnya korban baru- puluhan hingga ratusan orang pengrajin batu bata (bata merah) desa setempat. Tiga diantaranya yang ditemui secara pisah adalah Kamto, kakek dari salah satu korban meninggal galian C Desa Klumpit, Davit Raditia.
Saat ini menurut Kamto, sudah mencetak 12.000 biji bata merah yang telah disusun rapi di dalam “gubug” dan siap dibakar. “Saya membutuhkan bahan baku tanah liat dari Yatman sebanyak enam truk. Lalu sudah tersedia brambut( limbah penggilingan padi) dan kayu bakar,” tuturnya.
Kemudian pasangan suami isteri Ngateman. Saat ini baru membuat bata sekitar dua ribu biji. Sedang di dalam gubug ada sekitar 10.000 bata merah yang telah dibakar tapi sampai sekarang belum laku. “Saya hanya bekerja dengan isteri yang masih aktif bekerja di salah satu pabrik rokok di Desa Karangbener dan tiga tahun ke depan sudah “pensiun”. Isteri saya membantu saya selepas kerja di pabrik. Untuk memproduksi 1.000 bata merah paling cepat baru selesai sekitar sebulan. Saya juga harus sewa lahan untuk tempat pembuatan dan tempat pebakaran,” ujarnya bapak dari tiga anak yang semuanya sudah berkeluarga dan sudah dikaruniai empat cucu,
Sedang pasangan suami isteri Nasirin sudah sekitar seminggu terakhir tidak bisa bekerja, karena boyoknya kumat, Selain itu sejak tujuh bulan terakhir tidak lagi mendapat jatah program sembako 2020 ( bantuan non tunau”. “Padahal kami harus menanggung empat anak.” tuturnya saat dijumpai di rumahnya Minggu siang (22/8/2021).
Baca Juga : Yatman Kecewa Galian C Ditutup
Dari perbincangan dngan tiga pengrajin bata merah Desa Klumpit tersebut kesimpulan yang didapat. Mereka sudah bekerja sejak puluhan tahun dan usianya rata rata di atas 50 tahun dan menjadi sumber penghasilan mereka.
Saat ini mereka ikut resah bersama pengrajin bata merah lainnya, karena pasokan bata merah dari pengusaha golongan C Yatman dihentikan, akibat keputusan dari hasil rapat koordinasi yang berlangsung di Kantor Satpol PP Kudus Kamis (19/8/2021).
Padahal mereka membutuhkan kelanjutan pasokan tanah liat dari Yatman untuk melanjutkan proses produksi pada bulan-bulan yang tepat ( musim kemarau). Sekaligus sebagai proses untuk mendapatkan penghasilan. Sekaligus untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari hari
Mereka sepakat untuk membeli tanah liat tersebut karena harganya lebih murah dibanding dengan harga tanah liat dari daerah lain. Terpaut paling tidak Rp 50.000 per truk. Selain itu juga tidak ikutan melanggar ketentuan, karena proses pengambilan dengan peralatan manual ( cangkul). Atau tidak menggunakan alat berat. Bahkan sebagian diantaranya bisa “ngebon”/ kasbon lebih dahulu. Selain itu kualitas tanah liat yang juga diambil dari desa Klumpit bisa diandalkan. (Sup)