Tanah Taman Menara Dicaplok Pemkab Kudus

Kudus,Dupanews.id – Tanah Taman Menara dicaplok pemerintah kabupaten (Pemkab) Kudus, saaat jabatan Bupati Kudus dipegang Wimpie Hardono. Padahal tanah tersebut milik pemerintah desa (Pemdes) Kerjasan.
Berdasarkan bukti berupa peta desa , sejarah dan saksi mata yang hingga sekarang masih hidup, sebelum tahun 1975 Masjid Madureksan masih menyatu dengan komplek Pasar Kudus.Lama Pasar ini pada awalnya dikenal sebagai Alun Alun semasa Sunan Kudus.
Pada tahun 1975, pasar kudus lama dipindah ke Pasar Jember, sekitar satu kilometer arah barat dari komplek pasar Kudus lama. Kemudian Pemkab Kudus membangun perpustakaan dan juga sanggar Merah Putih..
Lokasi ini juga dijadikan pangkalan ojek sepeda motor khusus untuk antar jemput peziarah-wisatawan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus “Saat itu Pemkab masih menyisakan sebuah gang kecil yang berfungsi untuk ke luar masuk ke Masjid Madureksan dari arah selatan. Sedang di depan masjid ditempati para pedagang kaki lima.” ujar Rahmat Hidayat, sesepuh dan mantan kepala desa Kerjasan.
Ketika komplek bekas pasar kudus lama tersebut akan dibongkar dan dijadikan Taman Menara, sejumlah tokoh masyarakat dan warga mengajukan keberatan. Sebab pihak pemerintahan desa dan warga tidak pernah diajak “rembugan”.


Dengan dicaploknya tanah tersebut, maka sejak sekitar tahun 1975, Pemdes Kerjasan kehilangan salah satu aset desa yang cukup berharga. Terutama dari sisi sejarah. Sebab, sebelum tahun 1975, di atas tanah tersebut berdiri pasar desa. Pasar ini kemudian dipindahkan ke pasar Jember. Dan sebelum dijadikan pasar, dikenal sebagai Alun Alun semasa Sunan Kudus.
Selain berfungsi sebagai alun alun, di lahan tersebut juga berdiri sebuah masjid Madureksan yang dibangun pada tahun 1520 Masehi “ Di depan masjid terdapat sebuah jalan selebar 3 meter ke arah timur-tembus di jalan depan kelenteng Hok Ling Bio yang berdiri sejak sekitar abad ke-14.” Tambah Rahmat Hidayat (69) Rabu ( 21/9/2022).
Sedang dari sisi pendapatan desa, Pemdes sampai sekarang belum pernah mendapat bagian dari dinas/SKPD/Pemkab. Misalnya terkait dengan retribusi pedagang kaki lima. Aset desa telah dituangkan dalam peraturan menteri dalam negeri (Permendagri ) I/2016. Kini status Pemdes Kerjasan sudah berubah menjadi pemerintahan kelurahan.
Rahmat menambahkan, saat proses “pencaplokan” berlangsung, pihak Pemdes maupun tokoh masyarakat Desa Kerjasan tidak pernah diajak rembugan. Dan sudah pernah beberapa kali megajukan keberatan secara lesan maupun tertulis. “Tapi tidak pernah ditanggapi Pemkab sampai sekarang. Termasuk pemberian nama Taman Menara pun kami tidak setuju.”.
Kepala Badan Pendapatan dan Pengeloaan Aset Daerah (BPPKAD) Kabupaten Kudus, Eko Djumartono yang dihubungi terpisah, tidak membantah jika tanah Taman Menoro telah menjadi salah satu aset daerah (Pemkab). Menyalahi aturan nopo nggih pak.? ujarnya.
Aturan yang mungkin dilanggar pada proses pencaplokan tanah dan munculnya sertifikat tanah, hingga tanah tersebut dirombak dan terakhir menjadi Taman Menara yang menghabiskan dana Rp 3 miliar dari APBD Kudus 2016.
Hal inilah yang seharusnya dikembalikan ke posisi aslinya, yaitu ke Pemdes/Pem kelurahan Kerjasan sebagai pemilik asli. Pemkab Kudus banyak memiliki aset daerah, tapi banyak juga diantaranya yang tidak terurus.
Selain itu menyangkut pengelolaan yang tumpang tindih. Dari Dinas Perhubungan, Dinas Perdagangan dan mulai September 2022 ini “pengelola barangnya” ditangani Dinas Kebudayaan dan Pariwisata(Disbudpar).
Meski kewenangan sudah beralih ke Disbudpar, tapi jika dinas yang saat ini dipimpin Pelaksana tugas (Plt) Mutrikah- biasa dipanggil Tika, tidak memiliki program yang jelas dan didukung sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni- maka semuanya sekedar seremonial belaka.(Sup)