Sekolah Moderasi Beragama Berbasis Budaya
Kudus, Dupanews.id – KKN-IK IAIN Kudus ajak Generasi muda desa Langgardalem melestarikan budaya keislaman melalui Sekolah Moderasi Beragama Berbasis Budaya di Halaman Rumah peninggalan Sunan Kudus.
Kegiatan Sekolah Moderasi Beragama Berbasis Budaya Lokal yang merupakan rangkaian dari Program KKNMengabdi Kolaborasi Dosen Mahasiswa, dilaksanakan pada Sabtu malam, 17 September 2022 di halaman Rumah Sunan kudus, Masjid tertua yang ada di Kudus dengan tema “Aktualisasi Budaya Lokal Sebagai Upaya Interpretasi Moderasi Beragama”. Acara ini dihadiri Kepala Desa Langgardalem Bapak Khoirul Amin, S.Pd.I, Dosen Pembimbing Lapang Ibu Irzum Farihah, Pemuda Langgardalem, dan seluruh peserta KKN.
Ketua KKN IAIN Kudus Berharap kegiatan ini menjadi momentum awal bagi generasi muda Desa Langgardalem agar sadar akan kekayaan budaya lokal dan situs peninggalan yang ada di Desanya, mulai dari peninggalan bekas Rumah Sunan Kudus hingga peninggalan rumah orang terkaya di Asia pada era nya.
“Desa Langgardalem memiliki banyak harta karun yang seakan ditelan bumi, generasi muda wajib melestarikan dan mengenalkan kepada dunia akan kekayaan budaya syarat agama yang ada di sana, kalo bukan kita yang memulainya sekarang jangan harap peninggalan ini akan lestari dalam kenangan” ujar Wazid Husni.
Ia berharap agar generasi muda sadar akan potensi desa Langgardalem sebagai desa wisata, dan berpeluang menjadi destinasi utama bagi wisatawan luar kota hingga mancanegara.
Dosen Pembimbing Lapangan KKN IAIN Kudus Irzum Farihah mengatakan, Generasi Islam harus memahami makna tersirat dalam peninggalan Sunan Kudus ini, utamanya ajaran Islam yang dikemas dalam lingkup kemanusiaan yang telah dikumandangkan oleh Kanjeng Sunan Kudus “Pesan toleran yang diajarkan Kanjeng Sunan Kudus tidak hanya pada tataran teoritis, namun tampak dari sikap beliau dalam memposisikan penganut agama lain (Hindu-Budha) sebagai makhluk Tuhan yang harus di “uwongke” dengan tetap menjaga aqidah yang sudah tertanam. Sikap inilah yang menjadi magnet masyarakat Hindu-Budha terhadap ajaran Islam yang dikemas “apik” oleh Kanjeng Sunan, pesan ini yg seharusnya tetap dijaga dan menjadi tauladan generasi penerus Islam”. Ungkapnya
Budayawan Dr. Moh Rosyid, S. Ag., M.Pd memaparkan potensi peninggalan Rumah Sunan Kudus sebagai Situs Cagar Budaya, “Konsentrasi pemerintah selama ini hanya mengarah ke desa wisata, padahal ada yang lebih jelas tentang penanganan yang tepat untuk melestarikan benda peninggalan yakni meresmikannya sebagai situs cagar budaya”. Ujarnya.
Ia merekomendasikan kepada PEMDA agar mendatangkan Arkeolog untuk meneliti situs peninggalan di Desa ini, mulai bentuk bengunan khas, ukiran-ukiran hingga usia batu bata yang ada di masjid Langgardalem.
“Harusnya Pemda sadar akan potensi situs cagar budaya dari Rumah Kanjeng Sunan. Ini cukup menarik untuk diteliti, Arkeolog harus di datangkan kesini. Khususnya sebagai edukasi bagi generasi muda Langgardalem untuk melestarikan dan mengembangkannya sebagai proyeksi wisata. Kalau tidak dapat memproyeksikan nama, minimal dapat mempertahankan kelestariannya, harapanya dapat mengangkat sebagai situs cagar budaya.” Imbuhnya.
Sementara juru pelihara Drs. Sumarno, M. A., menjelaskan tentang kentalnya moderasi beragama di Langgardalem, hal itu dibuktikan dengan keberhasilan masyarakat Kudus merawat peninggalan leluhur tetap sesuai bentuk aslinya, meskipun itu bercorak agama berbeda. “Moderat itu menumbuhkan persatuan dan kerukunan. Utamanya di Langgardalem sudah bukan lagi berbicara teori moderasi, akan tetapi di sini sudah menjadi bukti nyata akan adanya sikap moderasi beragama. Sebagaimana zaman dulu masyarakat Kudus yang banyak beragama Hindu dan Budha.
Oleh karenanya, Mbah Sunan membangun Rumahnya ini dan masjid Al Aqsha dengan arsitek Hindu, tujuannya untuk menarik simpati masyarakat Hindu, sehingga tetap terjalin hubungan sosial dengan baik.
Masyarakat Kudus sendiri telah membuktikan mampu merawatnya, prestasi ini patut kita jaga” ujarnya.
Selain itu, dulu di Langgardalem masyarakatnya terkenal memiliki sikap toleran, ramah, dan baik hati. Budaya saling membantu telah tertanam dalam perilaku keseharian “Dulu setiap depan rumah di Langgardalem pasti punya kendi besar dan sumur untuk menyediakan air bagi pejalan kaki. Selain itu, ada pohon mangga yang artinya Monggo, sebagai refleksi dari sikap terbuka, segala di persilahkan bagi tamu. Ruang tamu dinamai jogo satru, tujuannya untuk mencegah diri tidak melukai siapapun, utamanya tetangga dan tamu. Ini sesuai dengan ajaran agama sebagai Rahmatan Lil Alamin” Imbuhnya.
Pesan dari Narasumber kepada Masyarakat muda, khususnya Mahasiswa KKN IAIN Kudus agar merancang desain untuk dapat melihat peluang dan memanfaatkan momentum dengan tepat “Jangan mudah terbawa kelabu pemberitaan, karena dalam berita pasti ada kepentingan. Mulailah kritis membedah desain yang menjadi latar belakangnya”.