Kudus, Dupanews.id Meski hanya sebagai tukang sampah, tapi Bambang Sumantri (BS) mampu memperoleh penghasilan lebih dari Rp 8 juta per bulan. Bahkan mampu pula memiliki seorang “asisten” yang diberi upah Rp 60.000 per hari ditambah satu kali makan. Setelah pelanggannya bertambah banyak.Selain itu, pria yang telah berumur 59 tahun ini sempat menulis puisi dan viral di media sosial.
Puisi BS tersebut : Kota Kudus Kelahiranku. Ku tak rela dikotori sampah yang berbau. Kan kujaga kecantikanmu. Kan kujaga kebersihanmu. Sampai akhir hayatku. Amin. Puisi itu dibacakan dan direkam di seputar komplek Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tanjungrejo Kecamatan Jekulo”Benar, saya tidak tahu kapan saya akan mengakhiri pekerjaan ini. Selagi badan masih kuat dan sehat, saya masih akan terus menjadi tukang sampah,” ujarnya saat ditemui di warung kopi komplek TPA Tanjungrejo Rabu lalu (16/2/2022).Ini adalah pertemuan kedua, setelah pertemuan perdana pada 8 Januari 2021 di rumahnya Desa Cendono RT04/RW 04, Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus.
Setahun lebih tidak ketemu, tapi tidak terlihat perubahan phisiknya, yang tetap prima. Meski setiap hari tanpa libur, dua kali pulang pergi mengendarai motor dari desanya menuju TPA Tanjungrejo yang berjarak lebih dari 15 kilometer. Terkadang menyetir mobil brondol miliknya yang dibeli dari hasil sebagai tukang sampah. “Saya memang bekerja sejak subuh hingga tengah hariTidak ada resep khusus. Tidak minum jamu apapun.Saya hanya usahakan makan wareg(kenyang) dan minum cukup. Itu saja,” ujarnya sembari tertawa..
BS sempat mengeluh, karena mulai tahun 2022 ini, ia dikenakan retribusi Rp 5.000,- sekali masuk-kirim –usung sampah ke TPA Tanjungrejo. Atau Rp 10.000 , karena dua kali setor. “Itu bagi saya dan seluruh teman teman tukang sampah bermotor cukup memberatkan. Semula hanya Rp 3.000. Saya sudah “protes” kepada Pak Bambang Purnomo kepala TPA. Katanya itu sudah sesuai peraturan daerah (Perda). Malah kata beliau, motor sampah ini akan dihapus. Tidak boleh beroperasi di TPA. Saya juga laporkan hal ini kepada salah satu anggota DPRD Kudus,”
Kemudian BS mengisahkan” sejarahnya” menjadi tukang sampah yang telah digeluti sekitar 10 tahun terakhir. Dan sebelumnya sempat cukup lama bekerja di bidang angkutan dan sempat terkena stroke ringan.
Diawali dengan memungut sampah di lingkungan tetangganya. Kemudian dibuang agak jauh dari pemukiman dan atas sepengetahuan pemerintahan desa. Namun ditentang warga seputar yang merasa terganggu.
Akhirnya setelah memperoleh banyak masukan dari berbagai pihak, lokasi pembuangan sampah menyatu dengan milik Pemkab Kudus di TPA Tanjungrejo Kecamatan Jekulo.
Persoalan muncul lagi, karena motor pengangkut miliknya sudah uzur. “Konsumen” semakin banyak. Medan jalan yang dilalui naik turun, banyak tikungan dan jaraknya juga lebih dari 15 kilometer. “Saya ditawari kredit dari salah satu perbankan milik pemerintah. Saya setuju. Nominal kredit Rp 25 juta dengan bunga rendah. Sebulan angsurannya Rp 896.000. Ternyata harga motor roda tiga Rp 27 juta. Kekurangannya saya pinjam keluarga dan semuanya sudah saya lunasi tepat waktu,” ujarnya lagi.
Dengan motor 200 CC yang kemudian dimodifikasi untuk tempat mengangkut sampah terasa lebih nyaman pulang pergi Cendono – TPA Tanjungrejo. Ia pun selalu mengisi bahan bakar minyak (BBM) motornya dengan pertamax, ganti olie dan selalu dirawat dengan teratur. “ Motor itu sudah saya pakai sekitar 5 tahun lebih dan tidak pernah rewel. Saya paham benar tentang seluk beluk kendaraan, karena cukup lama saya bekerja di bidang ini,”
BS, suami dari Siti Aminah ini telah dipercaya sekitar 500 konsumen warga lima pedukuhan Desa Cendono. Untuk sampah warga ia diberikan imbalan Rp 20.000/bulan/ rumah. Sedang untuk toko, warung, rumah makan bervariasi dari Rp 50.000 – Rp 100.000,- per bulan. “Penghasilan kotor saya sekitar Rp 8 juta/bulan. Kemudian dikurangi membeli pertamax sekitar Rp 50.000/ hari. Upah untuk “asisten” Rp 60.000/hari dan makan-minum ala kadarnya,” tambah bapak dari tiga orang anak.Eko Bagus Satriyo, Muhammad Triyan Noviyanto dan Bunga Maharani. Bambang juga telah memiliki satu cucu Omar Ibrahim Alghifari dan menantunya Alma Almira Safitri.
Dengan penghasilan sekitar Rp 8 juta tersebut, BS mampu membelikan sejumlah mesin untuk membantu anaknya yang bergerak di bidang usaha konfeksi. Serta membeli mobil “mbrondol” tahun lama yang dipakai sebagai cadangan jika motor roda tiganya tengah “diistirahatkan”.
Profesi BS yang tergabung dalam wadah Paguyuban Sampah Kota Kudus, juga diikuti sekitar 40 orang. Belum termasuk puluhan lain yang diluar organisasi ini.(Sup)