EkonomiNasional

Gadung, Sumber Pangan Alternatif

Share

Jakarta, Dupanews.idKementerian Pertanian (Kementan) mencoba mempopulerkan komoditas pangan lokal gadung sebagai pangan alternatif yang memiliki banyak nilai ekonomi untuk meningkatkan perekononian. Selain sebagai bahan pangan karena kandungan karbohidrat dan protein yang tinggi, Gadung juga dapat diolah menjadi bio-etanol dan bahan industri bioaktif seperti phenolics, flavonoids, allontoin, diocsin dan oxalate. . Gadung (Dioscorea hispida) adalah sejenis tumbuhan berumbi dari suku uwi-uwian (Dioscoreaceae)

Menurut Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Edi Santosa dalam webinar Propaktani bertopik Budidaya Gadung sebagai Salah Satu Pangan Alternatif, Senin (17/1/2022). kandungan nutrisi pada gadung seperti kandungan fiber, fosfor, potassium, thiamine (B1) dan vitamin E ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan umbi lain seperti kentang, singkong dan ubi jalar. Selain itu, gadung juga banyak digunakan dalam industri obat. “Gadung memiliki keunggulan untuk mengobati kerutan pada kulit, sebagai anti-oksidan, mengontrol hipertensi, anti-inflammatory, mengurangi obesitas dan mampu membantu menangani osteoporosis pada usia senja.” Tegasnya

Edi, Peneliti Utama BPTP Yogyakarta, Sutadi mengungkapkan bioaktif polisakarida larut dalam air, dioscorin dan diosgenin yang ada pada gadung memiliki peran penting dalam dunia pengobatan. Selain itu, gadung tidak memiliki kandungan protein gluten dan kaya akan pati resisten sehingga sangat dapat digunakan sebagai sumber pangan alternatif.

Tanaman Gadung- foto istimewa
Tanaman Gadung- foto istimewa

“Umbi Gadung tidak mengandung gluten dan kaya akan pati sehingga sangat menjanjikan dijadikan sumber pangan bagi individu untuk mengurangi resiko obesitas, diabetes, alergi gluten dan penyakit seliaka. Saat ini sebagian besar orang di beberapa komunitas Barat menerapkan diet bebas gluten dengan tidak mengkonsumsi makanan olahan gandum,” jelas Sutadi.

Kaya dengan kandungan yang bermanfaat untuk tubuh, membuat gadung bisa diolah menjadi beraneka ragam makanan. Dijelaskan akademisi Fakultas Teknik Ilmu Pangan (FTIP) Unpad, Rosi Indiarto, gadung yang sudah berbentuk tepung bisa dengan mudah diolah menjadi berbagai macam makanan seperti mie bebas gluten, stick sebagai makanan ringan, kue cucur, brownies, kastangel, sponge cake, bakso gadung, hingga mie segar.  

Untuk membuat tepung gadung, Dr. Herlina dari FTIP Unpad, menjelaskan langkah pertama yang harus dilakukan adalah dengan pengupasan umbi gadung. Lalu umbi gadung dicuci setelah itu ditiriskan sebentar, setelah agak kering lakukan pengirisan lalu masuk ke dalam proses detoksifikasi (penghilangan racun). Setelah selesai, dilakukan pengeringan hingga kering, jika sudah didapatkan kekeringan yang sesuai dilakukan proses penumbukan hingga ukurannya menjadi kecil, setelah itu diayak dan jadilah tepung gadung.

“Untuk menghilangkan kadar racun atau HCN dalam gadung dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain perendaman di larutan garam 8 persen, direndam dalam larutan kapur, direndam dalam larutan Na2SO4, direndam dalam larutan abu dengan kadar 35-45% atau direbus,” kata Herlina. 

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Pacitan, Pamuji mengatakan Kabupaten Pacitan memiliki 105 ha lahan pertanaman gadung yang tersebar di 12 kecamatan dengan kecamatan sentra terdapat pada Kecamatan Argosari dan Kecamatan Kebonagung. 

“Produksi Gadung di Kabupaten Pacitan mencapai 658 ton pada tahun 2021. Kita upayakan produksi terus meningkat dan kesejahteraan petani meningkat,” ujarnya. 

Sedangkan Kepala Bidang Tanaman Pangan Kabupaten Gunung Kidul, Sustiwiningsih mengatakan prospek gadung di Kabupaten Gunung Kidul sangatlah menjanjikan karena selain sumber pangan karbohidrat, agribisnis gadung cukup potensial dalam memberdayakan keluarga kurang mampu di pedesaan.  “Budidaya gadung tidak memerlukan pemeliharaan yang rumit dibandingkan dengan tanaman lainnya, gadung dapat tumbuh merambat di pepohonan pekarangan, lahan tegalan dan hutan. Tanaman gadung tidak mengenal musim tanam sehingga dapat ditanam sepanjang tahun,” Kata Sustiwiningsih.(Sintani/Sup)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button