Kudus

Yanti, Pengojek Perempuan

Share

Kudus, Dupanews.id — Perjuangan Raden Ajeng (RA) Kartini untuk menegakkan emansipasi wanita Indonesia cukup berhasil. Kini antaar kaum laki-laki dengan kaum perempuan, memiliki hak yang sama di semua kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.


Sehingga ketika Andri Surya Wigamayanti- atau biasa dipanggil Yanti, memutuskan menjadi pengojek Menara Kudus sudah dipertimbangkan dari banyak sudut. Mengingat dari ratusan pengojek, hanya enam orang perempuan yang tampil. Selebihnya dilakukan kaum pria.Saya memilih menjadi pengojek, karena kondisi ekonomi keluarga. Juga terbentur masalah modal.Dan Saya lehih dahulu diskusikan dengan suami yang menyatakan setuju- sama sekali tidak keberatan. Termasuk yang tidak kalah pentingnya pekerjaan ini halal” tegasnya saat berbincang dengan Dupanews.id di komplek pangkalan ojek Menara, Minggu siang (16/10/2022).


Perempuan kelahiran Jakarta 4 Mei 1973 ini baru menetap di Kudus tahun 2016. Setelah berpindah pindah tempat dan pekerjaan di sejumlah kota/daerah. Sebelum jadi pengojek sekitar dua bulan lalu, saya sempat pula jualan nasi, Tapi kurang berhasil.Akhirnya saya beralih menjadi pengojek dengan modal uang Rp 3 juta untuk sewa rompi dan kartu tana anggota (KTA) ojek Menara selama setahun.Sedang motor matik yang saya pakai milik pribadi” tambah Yanti, yang mengenakan baju kotak kotak lengan panjang . Celana panjang abu abu. Berkaos tangan. Bersepatu. Berhelm merah dan berompi(jaket) seragam yang mulai pudar warnanya.


Dengan modal tersebut, setiap pagi hingga menjelang sore, ibu dari dua anak yang tinggal di Desa Damaran RT 04/RW 01 Kecamatan Kota Kudus ini, menekuni profesi barunya. Rata rata setiap hari mendapat penghasilan sekitar Rp 50.000,- Jika pengunjung/peziarah komplek Masjid Menara Makam Sunan Kudus ramai bisa dapat Rp 200.000,-. Terkadang diberi tambahan Rp 50.000,-. Atau dari kelebihan ongkos .Semua terserah kepada “penumpang” saya”. Resminya tariff per penumpang sekali jalan Rp 10.000. Jia dua penumpang Rp 15.000,- ujar Yanti yang murah senyum.


Dari total penghasilan yang diperoleh, dia hanya mengeluarkan biaya rutin untuk organisasi pengojek Rp 8.000/ hari dan untuk beli bensin serta makan minum Saya juga berusaha kecil kecilan melalui layanan internet. Sedang suami juga bekerja di lingkup ojek Menara. Memang tidak banyak penghasilan kami. Tapi harus kami lakukan. Apalagi anak pertama kami M Ripky Pasya sudah mulai kuliah. Ditambah anak kedua Surya Ruri Tumilang Dewabrata sekolah di SMP negeri Bae. Keduanya butuh biaya. Kami jalani bagai air yang selalu mengalir dan berserah sepenuhnya kepada Yang Esa” tutur Yanti dengan raut muka cerah.


Ketika ditanyakan tentang keseharian bekerja di tengah mayoritas laki-laki, Yanti merasa “aman-aman” saja, karena ia selalu menghindar dengan sopan dan halus ketika ada oknum pengojek yang berniat untuk “melecehkannya”
Kehadiran Yanti dan lima pengojek perempuan lainnya mewarnai armada ojek yang khusus melayani rute khusus terminal wisata Bakalan Krapyak — Masjid Menara Makam Sunan Kudus yang berjarak sekitar 1,2 kilometer.
Menurut Ulung Suharto, selaku Ketua Pimpinan Cabang Federasi Serikat Pekerja Transport Indonesia Kabupaten Kudus, secara garis besar armada ojek di rute ini bergerak selama 24 jam. Sebab kedatangan rombongan peziarah/pengunjung/wisatawan yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia tidak menentu. Ada yang datang saat pagi, siang, malam hingga dinihari.Sehingga kami membentuk tiga kelompok pengojek, agar mampu melayani para tamu/peziarah. Jumlahnya ratusan. Dan kondisi terkini setelah jatuh tersungkur terkena Covid-19, menunjukkan jumlah pengunjung terus meningkat. Ini artinya tidak hanya pengojek yang mulai membaik sumber penghasilannya, tetapi para pedagang kaki lima serta sektor usaha- kegiatan lainnya ikut terdongkrak.” ujarnya


Pengojek di rute ini, secara langsung atau tidak langsung, menjadi mata rantai industri wisata- khususnya wisata religius-sejarah di Kabupaten Kudus. Dengan jumlah ratusan hingga ribuan orang yang berdatangan nyaris sepanjang 24 jam tanpa henti. Sehingga “baik buruknya” layanan para pengojek juga berpengaruh besar terhadap citra Kudus .Khususnya menyangkut sosok Sunan Kudus dan Sunan Muria, dua diantara Wali Sanga (Sembilan), yang keduanya dimakamkan di Kudus sejak sekitar 400 tahun yang lalu.(Sup)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button