Kudus

Politik Uang Itu Haram !

Share

Kudus, Dupanews.id- Pemuka agama- khususnya di Kabupaten Kudus didorong untuk memberikan fatwa bahwa politik uang itu haram. Dengan tujuan untuk mengerem praktek praktek politik uang yang sudah terlanjur menggurita. Terutama pada  saat pemilihan langsung kepala desa dan bupati. “jika para pemuka agama setiap kali ada kesempatan bertemu dengan umatnya dan selalu menyampaikan fatwa  tersebut, saya yakin  politik uang secara bertahap bisa dihentikan. Dengan demikian, maka yang akan terjadi adalah pertarungan dalam hal kualitas calon kepala desa dan calon bupati,” .

              Hal tersebut diungkapkan Hartoyo, mantan anggota-wakil Ketua DPRD Kabupaten Kudus, dalam  ngobrol bareng dengan mantan anggota DPRD Kudus- kader PDIP Rujak, Kepala Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Jojo Kecamatan Mejobo, Anton dan Dupanews.id,  di warung makan milik Hartoyo, tepi jalan lingkar wilayah Desa Gulang, Rabu sore (12/10/2022). “Ini hasil renungan terkini saya.Dan sebagai bentuk upaya untuk ikut memerangi politik uang yang sudah begitu masif dan terstruktur. Jika tidak ada keberanian untuk menindak, maka  setiap kali dilakukan pemilihan langsung bakal menghasilkan seorang pemimpin yang korup.” ambahnya.

              Korupsi terpaksa dilakukan, karena  saat pencalonan telah menghabiskan begitu banyak dana/biaya. Dan dana itu sebagian besar dipasok dari pihak lain serta harus dikembalikan- alias tidak gratis. “Sementara riilnya saat sudah menjadi bupati, kepala desa atau jabatan lain, gaji dan tunjangan yang diterima tidak begitu besar. Sehingga untuk memperoleh penghasilan tambahan adalah korupsi. Contoh konkritnya menimpa Bupati Kudus, Tamzil,” jelas Hartoyo. Tamzil kini masih menjalani hukuman penjara di Semarang, gegara operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pembrantasan Korupsi (KPK)

              Diwujutkan

              Buah pemikiran fatwa Politik Uang Itu Haram, diamini Rujak dan Anton. Saya sangat setuju dan sebaiknya itu segera diwujutkan. Alangkah baiknya jika didahului dengan pembentukan aliansi- pembentukan kelompok kecil yang mendanai . Serta membuat program memunculkan pemuka agama hingga sasaran yang hendak dituju,”ujar Rujak.

              Ia menambahkan, sumber dana yang semula berasal dari perseorangan, ke depannya bisa dibantu lewat anggaran pemerintah. Misalnya dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu). Setelah melihat kiprah nyata dari gerakan tersebut.

              Sedang scenario fatwa  Politik Uang Itu Haram, dimulai dari tingkat desa. Menghadirkan beberapa orang tokoh beragama ( ulama/kiai, pastur, pendeta dan sebagainya) untuk berbicara tentang tema utama Politik Uang itu Haram.  “Jika masyarakat Kabupaten Kudus yang tersebar di 132 desa telah memperoleh wejangan dari pemuka agamanya, maka warga akan menjadi paham.  Kemudian muncul gerakan, muncul pernyataan dan diharapkan diwujutkan secara nyata saat pemilihan kepala desa, bupati dan dalam kehidupan sehari-hari. Ini akan menjadi luar biaya” tutur Hartoyo.

              Sementara Anton berpendapat,  fatwa Politik Uang Itu Haram akan lebih baik jika dibarengi dengan gerakan  yang menyuarakan  tentang keterbukaan informasi publik yang dijamin undang undang.”Ini juga tidak kalah pentingnya. Data yang saya himpun, sebagian besar pemerintahan desa, hingga kecamatan dan dinas-instansi-pemerintahan kabupaten (Pemkab) Kudus masih tertutup. Salah satu buktinya . Lima orang kepala desa kini tengah disidang di “pengadilan”Komisi Informasi Publik (KIP)Provinsi Jawa Tengah.” tuturnya. (Sup)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button