Kudus, Dupanews.id – Bagi Marlan memproses buah parijotho menjadi sirup merupakan salah satu bentuk upaya pengembangan usaha dan sekaligus wujut nyata melestarikan tanaman parijotho.
`Dalam bentuk sirup jangkauan pemasarnnya lebih luas. Selain itu juga memudahlan konsumen untuk mengkomsumsinya- bila dibanding dengan wujut buah. “Bisa langsung ke pondok kami di Desa Dukuhwaringin Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus. Kami juga melayani pesanan,” ujarnya kepada Dupanews, Minggu (11/4/2021).
Proses pembuaan sirup itu sendiri relatif mudah, tidak perlu peralatan modern dengan harga mahak. Diawali dengan memilih buah, kemudian mencuci bersih dan memasaknya. Disaring agar bersih dari segala jenis “kotoran”. Dicampur dengan gula pasir, lalu dimasukkan dalam botol plastik.”Setiap satu kilogram buah parijotho seharga Rp 60.000 ditambah satu kilogram gula pasir seharga sekiutar Rp 12.000. Menghasilkan dua botol sirup masing masing berukuran-isi 300 CC (centimeter kubik). Setiap botol harga jualnya Rp 50.000. Jadi keuntungan kotornya Rp 100.000 – Rp 72.000 = Rp 28.000,” tambah Marlan
Sedang bagi konsumen, sirup itu bisa dicairkan dan diminum sesuai selera masing masing. “Saya terinspirasi dari pengakuan seorang perempuan asal Kendal yang tengah hamil dan mengkomsumsi buah parijotho yang dibeli dari desa wisata Colo Muria- desa tetangga kami .Selain proses kehamilan lancar dan jabang bayinya ternyata berwajah elok. ” ujarnya sembari tertawa.
Baca Juga : Sensasi Pecis Pandan Dari Desa Tergo
Pondok yang dimaksud Marlan itu berada di tepi jalan raya. Berdekatan dengan gapura-gerbang –portal – pintu masuk dari arah timur (Gembong- Pati). Menempati lahan seluas sekitar setengah hektar yang baru menjelang akhir September 2020 dioperasikan.
Di dalam pondok yang berukuran sekitar 5 x 6 meter terdapat sejumlah meja, kursi panjang, satu almari tempat menyimpan- pajangan produk yang dihasilkan Marlan Antara lain sirup parijotho, aneka jenis kopi dan dapur .
Sedang di luar pondok, dijumpai dua pohon parijotho yang ditanam dalam pot, puluhan pot yang ditanami aneka jenis tanaman dan tumbuh cukup subur. Lalu ada pula tanaman perdu dan penghijauan. Juga dilengkapi dengan kamar mandi-WC.
“Di pojok depan sebelah kiri juga kami siapkan “warung” yang menyediakan aneka jenis oleh oleh khas Muria dan khas Kudus. Semuanya masih dalam proses pengembangan,” tutur Marlan.
Selaku pengurus/anggota Persatuan Cinta Tanah Air (PCTA) Kabupaten Kudus, pondok yang dibangun itu lebih dititik beratkan untuk tempat njagong warga .Sembari menikmati hidangan siap saji, hidangan alam dan lingkungan. Juga sebagai “laboratorium alami” yang bisa dimanfaatkan semua pihak yang mencintai “tanah air”. . Tanah dan air di seputar Gunung Muria wilayah Kabupaten Kudus, tidak hanya mampu menumbuhkan tanaman parijotho saja. Tapi juga jeruk pamelo, pisang byar (tanduk), alpokat, kopi, aneka jenis umbi umbian, bunga anggrek dan sebagainya. Kekayaan alam yang perlu dijaga, dilestarikan dan dikembangkan (Sup)