BudayaKudus

Dandhangan Dimulai Sejak Era Sunan Kudus

Share

Kudus, Dupanews.id – Tradisi dandhangan  dimulai sejak era Sunan Kudus. Atau sekitar tahun 1549 bila mengacu pada pendirian Menara Masjid Kudus. Dari menara inilah, setiap menjelang bulan puasa tiba, Sunan Kudus mengumumkan kepada para santri dan masyarakat Kudus tentang hari pertama menjalankan ibadah puasa.

Ditandai dengan pemukulan bedhug yang berbunyi dhang-dhang-dhang- dhang- dhang . Dari suara bedhug itulah muncul  secuil kata  dandhangan yang akhirnya melegenda sampai sekarang dan sampai kapanpun.

Melegendanya dandhangan tidak terlepas dari sosok  Sunan Kudus, yang dikenal sebagai salah satu “anggota” Wali Sanga. (Wali Sembilan). Sedang delapan wali lainnya adalah Sunan Maulana Malik Ibrahim yang dimakamkan di Gresik. Sunan Ampel ( Surabaya), Sunan Bonang  (Rembang), Sunan Giri (Gresik) Sunan Drajat ( Lamongan), Sunan Kalijaga ( Demak), Sunan Gunung Jati (Cirebon) dan Sunan Muria (Kudus).

Selain itu tradisi tersebut berkembang menjadi semacam “pasar malam” seperti halnya  tradisi  sekatenan  yang digelar rutin di Jogja dan Solo. Dugderan di Semarang , Grebeg Besar (Demak), Meron (Pati), Lomban di pantai utara Jawa Tengah dan sebagainya.

Lokasinya masih di seputar komplek Majid Menara Makam Sunan Kudus ( M3SK) Hanya saja sejak awal munculnya tradisi dandhangan hingga sekarang, belum/ tidak pernah digelar secara permanen tentang bentuk- ciri khasnya- atau ritualnya. Bahkan selalu berubah-rubah sesuai kemauan dan selera  dari penguasa daerah. “ Kita sudah persiapkan peraturan daerah (Perda) dan peraturan bupati (Perbub)”. Ujar Kepala bidang kebudayaan Dinas Kebudayaan Pariwisata Kabupaten Kudus, Agus Susanto.

Sedang menurut budayawan dan dosen Universitas Muria Kudus (UMK), Kazzmudin, harus disertai dengan deskripsi tentang upacara atau ritus adat dandangan secara komprehensif dan utuh. Semua itu berkaitan dengan asal usul atau historis ritus dandangan, filosofis, nilai, aspek, budaya, seni, tanggung jawab.

Acara tradisi Dandhangan, dalam dua tahun terakhir terpaksa tidak digelar, karena Covid-19 dan mudah-mudahan pada 2022 bisa kembali digelar. Bahkan setelah memperoleh sertifikat sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTb) 2021, pintu terbuka untuk diakui  sebagai warisan budaya dunia. Melengkapi 11 WBTb yang telah ditetapkan Unesco, yaitu  Pertunjukan Wayang, Keris, Batik, Angklung, Tari Saman, Tas Noken, Tiga genre tari tradidional Bali, Pinisi, Pencak Silat, Pantun dan Pejdidikan dan pelatihan batik untuk pelajar tingkat Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas/ Kejuruan.(Sup)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button