Bogor, Dupanews.id – Terhitung sejak tahun 2018-2020 terjadi surplus beras nasional. Pada tahun 2018 surplus 4, 37 juta ton, 2019 sebanyak 2,38 juta ton dan tahun 2020 surplus 1,97 juta ton..
Bahkan Badan Pusat Statistik (BPS) memprediksi, pada musim tanam (MT) I Oktober-Maret 2020/2021 ini terjadi surplus lebih dari 3 juta ton. Pada MT-II April-September 2021 juga terjadi panen pada Juli-Desember 2021, sehingga akhir Desember 2021 juga tetap surplus secara signifikan
“BPS mencatat sejak 2019 hingga September 2021 tidak ada impor beras umum. Produksi beras tiap tahun sejak 2018 hingga 2021 selalu surplus. Bahkan 2021 sudah mulai ekspor beras premium. Artinya perberasan Indonesia semakin membaik dan ketahanan pangan semakin kuat,”ujar Akademisi Institut Pertanian Bogor (IPB), Prima Gandhi di Bogor, Jumat (10/9/2021
Selain itu menurut Dosen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan IPB ini , sejak 2017 tidak ada rekomendasi impor jagung pakan ternak. Trend menunjukan produksi mencukupi kebutuhan pakan, bahkan sekarang sudah mulai memasok jagung rendah aflatoksin bahan baku industri makanan minuman dan sudah mulai ekspor.
Kegiatan ekspor impor pangan, dalam pasar global dan semakin terbuka itu ekspor dan impor adalah wajar, bukan hal yang tabu. Sebab semua negara saling mengisi dan saling membutuhkan. Terpenting prinsip ekspor pertanian harus lebih besar dibandingkan impor alias neraca perdagangan mesti surplus.
Baca Juga : Menjadi isu nasional, Pemkab Kudus segera tindak lanjuti arahan Kapolda dan Pangdam
Di sisi lain, Prima Gandhi menjelaskan dalam hal tata kelola, Indonesia merupakan negara besar ke empat setelah China, Amerika dan India. Berbeda dengan negara lain, Indonesia ini adalah negara kepulauan sehingga yang dibutuhkan adalah sistem stok logistik dan distribusi yang mampu menjaga pasokan dan harga.
“Ini diharapkan mampu meredam dinamika harga akibat sifat tanaman musiman dan keragaman potensi sumberdaya wilayah. Ingat harga naik atau turun itu bukan penyebab, tetapi sebagai akibat,” jelasnya.
Menurutnya, setidaknya ada tujuh faktor pembentuk harga baik berasal dari faktor internal maupun eksternal. Faktor pembentuk harga di farm gate berbeda dengan di pasar atau konsumen. Ini faktor pembentuk harga sebagai penyebab yang mesti diselesaikan.
“Diperlukan orkestra lintas kementerian/lembaga dengan prinsip imam dan makmun sesuai tugas dan fungsi masing masing terkait stabilisasi harga. Itu sudah ada leading kementerian yang bertugas menangani harga dan impor,” tambahnya.(Sintani/Sup)