KudusKudus

Antara Rokok Kretek Dan Rokok Daun Talas

Share

Kudus, Dupanews – Dalam tahun 2022 setidaknya ada tiga warga Jawa Tengah dan Jawa Timur yang berhasil membuat rokok dari bahan baku daun talas. Satu diantaranya adalah Ulwan Hakim, warga Desa Besito Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus. Sedangkan sejumlah petani hingga perusahaan (paling besar di Lampung), lebih memfokuskan  menanam pohon talas. Kemudian dipetik daunnya, dirajang, dijemur sebagai pengganti tembakau-salah satu bahan utama pembuatan rokok.  Sedang umbinya juga banyak dimanfaatkan.

              Bahkan  Ulwan yang keluarga besarnya pelaku usaha di bidang rokok  ini sudah “berani” memasarkan ke luar Kota Kretek, yaitu di sejumlah kabupaten/kota di Jawa dan Sumatra.”Setelah saya merasa mampu untuk “menguasai” seluk beluk daun alas. Ramu meramu berbagai jenis rempah. akar dan daun selama enam bulan , hingga mengujinya ke labaratorium.Termasuk ke Dinas Perdagangan dan Kantor Pengawasan dan Pelayanan  Bea dan Cukai (KPPBC) tipe madya cukai Kudus. “ ujarnya saat ditemui di Besito, pekan lalu.

              Dari uji laboratorium diketahui bahwa daun talas samasekali tidak mengandung  tar dan nikotin ( nol persen). Lalu dari penjelasan KPPBC, rokok dari bahan baku daun  alas bukan tergolong produk tembakau, sehingga tidak dikenakan cukai seperti rokok pada umumnya.

              Dari berbagai hal tersebut, maka  ketika Ulwan memproduksi  rokok  daun  alas dalam setiap kemasan isi 12 batang dengan “berani “ menuliskan : Indonesia kaya akan nabat yang bermanfaat bagi kesehatan kita. Dedaunan alami rempah rempah yang tumbuh di Indonesia banyak yang mengandung unsur pengobatan alami.Gupolo diracik dari dedaunan  dan rempah  asli Indonesia tanpa tembakau. Berkhasiat menjaga keseimbangan gula darah, tekanan darah dan manfaat bagi kesehatan lainnya. Menjadikan rasa lebih nyaman. Dipadu aroma teh pilihan. Menambah kesegaran  rasa Gapolo menjadi sensasi tersendiri saat dinikmati bersama kopi.

              Sensasi tidak hanya terjadi saat “menikmati “ Gupolo bersama kopi. Tetapi tentunya juga menerpa “jagat” industri rokok nasional.Sejauh mana dampaknya, sampai dengan Senin malam (5/2/2023) belum terdeteksi secara akurat lewat data dan pernyataan resmi dari kalangan yang terlibat.

Sensasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia  artinya (1) yang membuat perasaan terharu; yang merangsang emosi (2) yang merusuhkan (menggemparkan); kegemparan; keonaran

Sejarah rokok kretek.

            Rokok, asal dari bahasa Belanda: Rokken. Atau  sigaret atau udud dalam bahasa Jawa.

Sedang menurut Departemen Kesehatan :  Rokok adalah salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar, dihisap dan/atau dihirup termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman nicotiana,tabacum, nicotiana rustica, dan spesies lainnya atau sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan atau tanpa bahan tambahan

              Secara ringkas, sejarah rokok kretek di Indonesia diawali dari penemunya Djamhari warga kota Kudus sekitar tahun 1870. Ketika kali pertama menemukan ramuan campuran antara tembakau dengan cengkeh untuk diusap ke dadanya yang terasa sesak( sakit asma). Ajaib menjadi plong- terbebas.

              Kemudian menggiring naruninya untuk mengembangkan “penemuannya” tersebut menjadi usaha kecil kecilan. Dengan jalan ramuan tembakau dan cengkeh dibungkus dalam sehelai klobot ( daun jagung yang telah dikeringkan) membentuk batang batang rokok. Kemudian dipasarkan di seputar tetangganya dan lalu dikenal sebagai rokok obat atau rokok cengkeh. Tetapi menjadi populer hingga sekarang sebagai rokok kretek . Menurut buku Kretek Jawa  Gaya Hidup Lintas Budaya yang ditulis Rudy Badil dan kawan-kawan terbitan Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) Jakarta 2011 halaman 130, disebut rokok kretek itu merupakan penamaan berdasar bunyi atau onomate. Berbunyi kretek –kretek, saat  campuran bahan tembakau, cengkeh yang dibungkus klobot “dibakar” kemudian dihirup.

              Namun sebelum rokok kretek itu “lahir” di Kudus, warga pribumi tanah Jawa telah mengenal  tembakau sebagai untuk rokok. Dalam babad Sengkalan Tarikh awal pengisapan rokok (udut- ngudut) bertepatan dengan  mangkatnya  Panembahan Senopati –patih kerajaan Mataram tahun 1601.

              Bahkan Raja Mataram Sultan Agung ( 1613-1645) dikenal sebagai perokok berat, dengan menggunakan alat bantu berupa pipa. Mengadopsi  dari gaya hidup orang Eropa masa lalu.

              Dengan hadirnya rokok berbahan baku daun talas, menjadi tidak asli lagi sebagai rokok kretek temuan Djamhari- kemudian dikembangkan pertama kali  sebagai industri rokok oleh Raja Kretek Nitisemito- lalu diikuti  perusahaan rokok lain hingga sekarang.

              Kehadiran Gupolo saat ini belum / tidak menjadi ancaman bagi pabrik rokok lain. Terutama industri rokok skala menengah dan besar. Meski harga per bungkusnya hanya Rp 5.000,-. Namun bisa  menjadi rokok alternatif bagi  perokok kelas menengah ke bawah. Atau bisa menjadi pilihan dari sisi kenikmatan dalam hal rasa.      

Gupolo yang dijadikan merk dagang bagi Ulwan tersebut , menurut Wikipedia , adalah legenda rakyat setempat, nama  patih (perdana menteri) dari raja Ratu Boko yang diabadikan sebagai nama candi Ratu Boko–(ayah dari dewi Rara Jonggrang dalam legenda candi Prambanan). Situs Arca Gupolo adalah kumpulan dari 7 buah arca berciri agama Hindu yang terletak di dekat Candi Ijo dan Candi Barong, tepatnya di wilayah Kelurahan Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa. Yogyakarta. Gupolo adalah nama panggilan dari penduduk setempat terhadap patung Agastya yang ditemukan pada area situs).

Talas : Talas Beneng atau sering dikenal sebagai Beneur dan Koneng adalah salah satu komoditas tanaman pangan yang sedang digencarkan Kementerian Pertanian untuk dikembangkan. Komoditas berorientasi ekspor ini asal muasalnya dari Gunung Karang, Pandeglang (Jawa Barat).

Awalnya, Talas Beneng berupa tanaman liar yang dimanfaatkan masyarakat jaman dulu ketika masa paceklik tiba. Sebagai langkah pengembangan varietas Talas Beneng telah dilepas sehingga tanaman ini sudah bisa diusahakan di seluruh Indonesia.

Sobirin, Kepala Bidang Tanaman Pangan Distan provinsi Banten menyebut benih sumber Talas Beneng ada di Pandeglang, benih yang beredar di luar Pandeglang merupakan benih sebar. “Benih yang keluar dari Pandeglang untuk tujuan komersil wajib tersertifikasi dan berlabel sehingga benih tersebut dipastikan tetap unggul bermutu,” ujarnya.

Talas Beneng mulai dikembangkan sejak 2015 karena adanya permintaan dalam bentuk umbi segar dan olahan/tepung. Talas beneng memiliki tinggi sekitar dua meter dengan  bobot bisa mencapai 50 kilogram. Pemeliharaannya relatif mudah dan biayanya mudah.

Saat ini, Talas Beneng telah menjadi bahan pangan alternatif dan sebagai komoditas ekspor.  Talas beneng dapat diolah sebagai bahan dasar pembuatan kosmetik, serta berbagai produk olahan makanan, seperti, keripik, kue, dan bahan dasar makanan lainnya.

Peluang ekspor tanaman umbi ini masih terbuka lebar terutama untuk ekspor ke Australia dan Belanda. Seperti halnya di Australia, butuh daun talas beneng dalam jumlah yang sangat besar. Tercatat sejak tahun 2019 talas beneng sudah mulai diekspor melalui Pelabuhan Tanjung Perak.

Beben petani asal  Desa Batulayang, Kecamatan Cililin, Bandung Barat bahkan telah mulai mengembangkan tanaman asli Pandeglang ini. Daun talas beneng dimanfaatkan perusahaan di Australia sebagai bahan baku rokok. “Kelebihannya tidak mengandung nikotin sehingga lebih aman digunakan. Mereka butuh sampai 300 ton per pekan,” katanya.

Lain halnya dengan Belanda. Negara Kincir Angin ini membutuhkan batangnya. Permintaannya juga cukup banyak yang sampai sekarang belum mampu dipenuhi petani di Indonesia. Kebutuhan talas beneng sebagian besar masih dipasok petani dari Banten.(Sup)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button