Kerusakan Lingkungan Alih Fungsi Lahan Pertanian Desa Papringan
Kudus, Dupanews.id – Lahan pertanian di Desa Papringan Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kudus, yang berada di blok/persil Sipasar nomor 155 seluas sekitar 10-12 hektar dipastikan “hilang”. Setelah dibeli investor dari Jepara. Setelah lebih dahulu kerjasama dengan pemerintahan desa (Pemdes) setempat. Dalam hal ini Kepala Desa (Kades) Amin Budiarto.
Dengan hilangnya lahan pertanian yang dialih-fungsikan untuk industri tersebut, menjadikan lahan pertanian di desa berpenduduk sekitar 5.500 jiwa ini berkurang dari 154 hektar menjadi sekitar 142 hektar. Begitu pula pemilik tanah, petani dan buruh tani.Tentunya termasuk mata rantai dari pertanian setempat yang sebagian besar ditanami padi, tebu dan tanaman semusim lainnya.
Selain itu kemungkinan yang bakal terjadi adanya kerusakan lingkungan. Mengingat dalam beberapa bulan mendatang memasuki musim penghujan- yang biasanya setiap bulan Desember hujan mulai turun.
Lahan seluas 10- 12 hektar yang semula berupa sawah dan tegalan, sejak beberapa minggu lalu telah diurug dengan tanah oleh pihak investor. Sehingga lahannya bertambah tinggi. Belum diketahui secara pasti berapa ketinggian yang hendak dicapai.
Dari pengamatan Dupanews.id , lahan yang telah diurug dan diratakan dengan alat berat berada di ujung barat paling belakang. Berbatasan langsung dengan pekarangan milik warga. Dengan ketinggian rata rata 50 – 70 centimeter.
Bila ditarik garis lurus, ketinggian lahan yang telah diurug dan diratakan dengan alat berat tersebut sejajar dengan ruas jalan aspal-beton di Desa Papringan. Begitu pula dengan permukaan jalan raya Kudus- Jepara. Kemungkinan lebih tinggi sangat terbuka, karena pihak investor menghindari genangan air- banjir.
Bila hal itu benar benar terjadi, maka genangan air-banjir akan berpindah ke daerah sekitarnya. Apalagi di lahan tersebut terdapat sungai Jrakah- sebuah sungai kecil yang belum pernah dinormalisir pihak Balai Besar Wilayah Sungai(BBWS) Pemali Juwana.
Keberadaan sungai dengan lahan yang konon akan didirikan pabrik mebel ini tentunya juga akan minimbulkan persoalan baru. Apabila sejak sekarang tidak diketahui rangcang bangun perusahaan itu seperti apa.
Pada umumnya pendirian pabrik ditandai dengan tembok keliling yang lumayan tinggi. Dengan adanya tembok keliling-maka keberadaan sungai Jrakah tidak bisa dipantau secara langsung. Baik warga dan tentu saja petugas yang berhubungan dengan sungai – misalnya BBWS Pemali Juwana- selaku pemegang otoritas tertinggi.
Menurut sejumlah warga yang ditemui terpisah, setiap musim penghujan- apalagi saat intensitas curah hujan tinggi, dipastikan Sungai Jrakah tidak mampu menampung air. Selalu kewalahan dan akhirnya meluap ke kanan kiri perkampungan warga hingga jalan raya Kudus- Jepara.
Dengan nantinya dibangun tembok keliling, maka luapan air-banjir dipastikan bertambah liar-luas ke mana mana. Sebelum terjadinya hal hal yang tidak diinginkan –khususnya bencana banjir, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kudus seharusnya mencek ke lapangan. Terutama menyangkut perijinan dan desain bangunan perusahaan hingga penampang sungai Jrakah.(Sup)