Alun-alun Simpang Tujuh Atau Simpang Tujuh
Kudus,Dupanews– Menurut Handinoto Staf Pengajar Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Jurusan Arsitektur Universitas Kristen Petra, dalam makalahnya yang berjudul Alun-alun sebagai Identittas Kota Jawa Dulu dan Sekarang, Alun Alun “terbangun” pada masa pra kolonial, kolonial, pasca kolonial dan setelah kemerdekaan.
Di Kudus juga ada Alun Alun Simpang Tujuh- Lokasinya berada di simpang Jalan Achmad Yani, Jendral Sudirman, Pemuda, Sunan Kudus, Sunan Muria dan jalan samping utara Masjid Besar Kudus. Bentuknya nyaris bulat dan bagai “ring tinju”( tidak lagi sejajar dengan tanah/lahan seputarnya setelah ditata ulang)
Jika mengacu pada buku Inventarisasi Benda Cagar Budaya, Peninggalan Sejarah dan Purbakala Di situs Menara, Situs Muria dan Sekiranta yang disusun tim dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Tahun Anggaran 2007, Alun Alun Simpang Tujuh kemungkinan besar dibangun semasa Adipati Tumenggung Panji Padmonegoro ditetapkan sebagai Regent I (Bupati I) Kudus tahun 1819.
Alun Alun Simpang Tujub berada di depan seberang jalan atau berhadapan dengan rumah bupati dan pendopo kabupaten. Dan di sebelah baratAlun Alun adalah sebuah masjid. Di era itulah muncul ”, kebudayaan ‘Indisch’, yaitu percampuran antara kebudayaan Jawa dan Kebudayaan Belanda.
Pada awal abad ke 20, terjadi ‘westernisasi’ kota-kota di Nusantara. Kebudayaan ‘Indisch’, yang pada abad ke 19 berkembang subur di Nusantara, kelihatan menghilang, disapu oleh kebudayaan Barat modern yang dibawa para pendatang baru pada awal abad ke 20.
Sejak awal abad ke 20 inilah mulai kelihatan rusaknya alun-alun sebagai ciri khas kota-kota di Jawa. Sesudah kemerdekaan, nasib alun-alun kota bertambah parah lagi. Banyak pengambil keputusan atau kebijakan pembangunan kota ragu-ragu atau bahkan tidak mengerti mau difungsikan untuk apa alun-alun ini.
Ruang publik multi guna.
Pemerintah kabupaten (Pemkab) Kudus, pada akhir 2015 menyelesaikan penataan ulang Alun Alun Simpang Tujuh dengan biaya dari APBD Kudus 2015 sebesar Rp 985 juta.. Dan menurut Sumiatun Plt Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (Cipkataru) Kudus (6/10/2015) , alun-alun Simpang Tujuh menjadi ruang publik yang sangat multi guna.
Sebagai tempat rekreasi, edukasi dan olahraga . Sekaligus sebagai taman ditandai dengan aneka jenis bunga, Lampu lampu indah dan sebuah tulisan menyolok Simpang Tujuh. Tidak dijelaskan kenapa tidak ditulis lengkap Alun Alun Simpang Tujuh.
Selain itu , tetap dijadikan tempat upacara bendera. Sehingga tiang bendera dan podium upacara disesuaikan dengan mengusung konsep mirip tempat upacara di istana negara Jakarta.
Menurut informasi yang dikumpulkan Dupanews, sebelum tahun 1974 Alun Alun Simpang Tujuh sempat dijadikan terminal bus antar kota antar kabupaten maupun provinsi. Kemudian dipindah ke depan Stadion Ploso dan dipindah lagi ke Desa Jati Wetan Kecamatan Jati. Bekas Stadion Ploso dirombak menjadi pasar Bitingan dan pusat perbelanjaan/pertokoan Matahari.
Dan menjelang akhir jabatan Bupati Kudus, M Tamzil ( 2003-2008), Alun Alun Simpang Tujuh dijadikan ajang pesta kemenangan Persiku, Ditandai dengan “pengibaran” bendera raksasa suporter Persiku Macan Muria.(Sup)