Batu Kenong Sunan Kedu
Kudus, Dupanews.id – Kenong- adalah bahasa Jawa, yaitu salah satu diantara peralatan dalam gamelan. Umumnya terbuat dari tembaga. Berbentuk bulat dan di bagian tengahnya juga ada bulatan yang lebih kecil. Di bagian bulatan inilah yang ditabuh ( dipukul) sehingga muncul suara khas.
Sedang batu kenong menurut ceritera rakyat, merupakan bekas tempat semedi Sunan Kedu. Dan berada sekitar dua meter, sudut belakang sebelah kanan masjid At –Taqwa Desa Gribig Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus. Di bawah pohon perdu setinggi hampir dua meteran
Batu tersebut berwarna kehitaman , tidak mulus- malah kasar seperti batu karang. Bentuknya sedikit bulat. Besarannya sekitar dua-tiga kali bola sepak (sepakbola). Di seputarnya berserakan batu bata. Terkesan tidak terpelihara.
Dan sampai sekarang belum pernah dilakukan penelitian terhadap batu kenong tersebut. Terutama menyangkut jenis batu, hingga perkiraan “ umurnya”. Serta tidak ada satupun warga setempat yang mengusik- apalagi memindah dan menghancurkannya.
Bila mengacu pada keterangan Maslani (60) salah satu tokoh masyarakat di Desa Gribig, Sunan Kedu datang ke Kudus pada 1576 Masehi dan meninggal pada 28 Februari 1612. Maka diperkirakan usia batu kenong sudah mencapai 446 tahun. Atau lebih “tua” dibanding pembangunan Menara Kudus pada tahun 1685 Masehi.
Selain batu kenong Sunan Kedu, di Kudus- tepatnya lantai depan Kantor Sekolah Menengah Pertama (SMP) 2 Kudus di Jalan Jendral Sudirman juga terbuat dari batu granit. Dan menurut Tri Memek dan Deny, dari kelompok kerja Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Provinsi Jawa Tengah, tergolong batuan beku plutonik (intrusi) yang terbentuk di kedalaman 15-20 kilometer dari muka bumi..
Mempunyai kristal sempurna dengan testur holokristalin, “Dibanding dengan lantai keramik, maka lantai granit ini memiliki banyak kelebihan. Antara lain menyerap hawa panas saat musim kemarau. Sebaliknya pada musim hujan tidak lembab. Lantai batu granit dan gedung lama SMP 2 Kudus sudah ditetapkan sebagai cagar budaya yang dilindungi undang undang. Tak ada salahnya jika Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Dibudpar) Kudus, yang sejak beberapa tahun terakhir memiliki Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) memulai mendata dan meniliti. Atau paling tidak “mengamankan” batu kenong Sunan Kedu dengan membuat pagar beratap dari kerusakan air hujan dan teriknya sinar matahari.(Sup)