Kudus

Berapa Upah – Gaji Wartawan, Ternyata……….

Share

Kudus, Dupanews.id – Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo  telah menetapkan upah minimum kabupaten(UMK) untuk 35 kabupaten/kota utnuk tahun 2022. Tertinggi di Kota Semarang sebesar Rp 2.835.021,. Disusul Demak ( Rp 2.513.005), Kendal ( Rp 2.340.312), Kabupaten Semarang (Rp 2.311.254) dan Kabupaten Kudus Rp 2.293.058. Terkecil di Kabupaten Banjarnegara Rp 1.819.835. Lalu upah-gaji wartawan berapa ?

Menurut Fikri, dari Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kabupaten Kudus, yang dihubungi Dupanews, Kamis malam ( 2/12/2021), gaji wartawan sama perlakuan nya. Seharusnya, tidak ada perbedaan atau pengecualian.

Kemudian ia menyodorkan Peraturan Pemerintah No.78 tahun 2015 tentang Pengupahan, pasal 41 ayat 2 “Upah minimum sebagaimana dimaksud merupakan Upah bulanan terendah yang terdiri atas: a. Upah tanpa tunjangan; atau  Upah pokok termasuk tunjangan tetap. Ditegaskan, bahwa Upah Minimum hanya berlaku bagi pekerja/buruh dengan masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun pada Perusahaan yang bersangkutan. Sementara upah bagi pekerja/buruh dengan masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih dirundingkan secara bipartit antara pekerja/buruh dengan pengusaha di perusahaan yang bersangkutan.” Sebenarnya yang menikmati UMK hanya sebagian kecil buruh, sayangnya UMK bukan menjadi upah minimum tapi menjadi upah maksimum bagi pekerja Skala dan struktur upah yang harus diperjuangkan melalui serikat pekerja atau serikat buruh  tidak pernah dijalankan,” tegasnya.

Dengan dasar acuan tersebut upah wartawan di Kudus pada tahun 2022 sesuai UMK adalah Rp 2.340.312. Namun kenyataannya pada tahun 2021, atau tahun tahun sebelumnya sebagian besar wartawan di Kota Kretek ini memperoleh upah di bawah UMK. Bahkan  banyak pula yang sama sekali tidak digaji.

Sedang organisasi kewartawanan yang ada di Kudus pun belum pernah ada yang “menyuarakan” hal tersebut sesuai mekanisme yang berlaku. Apalagi “bos-bos” yang memiliki perusahaan pers.

Runyamnya lagi menurut Dewan Pers, hanya sekitar 20 persen yang benar-benar berprofesi wartawan. Selebihnya wartawan abal abal. Ibaratnya  satuan pengamanan (Satpam) pun bisa/mengaku jadi wartawan.

Menurut , Ketua Komisi Hukum dan Perundang-Undangan Dewan Pers Agung Dharmajaya Ketidaklayakan upah berpotensi melahirkan sikap korupsi di kalangan wartawan. “Orang tidak mendapatkan upah layak, siapapun, sementara tanggungannya banyak, maka kecenderungan untuk berbuat korupsi itu ada,” ujar Agung.

Kondisi tersebut berimplikasi terhadap banyaknya pengaduan etik kepada Dewan Pers karena kualitas pemberitaan rendah. Padahal, Dewan Pers telah mengeluarkan aturan terkait Standar Perusahaan Pers.

Tak hanya kualitas pemberitaan, penyelewengan kerja jurnalistik karena persoalan kesejahteraan di perusahaan juga berdampak kepada jurnalis menjadi tidak profesional.”Ada jurnalis yang menerima ‘amplop’ dari narasumber. Salah satu imbasnya, citra wartawan,” kata Agung.

Inilah yang menyebabkan generalisasi ‘wartawan buruk’ di mata publik, padahal tidak semua wartawan menerima pemberian lembaga atau individu tertentu, masih ada jurnalis yang independen dan profesional.

Menurut dia, upah/gaji wartawan idealnya di atas UMK, ditambah  tunjangan trasportasi,komunikasi dan  kesehatan

Sedang hasil survei yang dilakukan Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Jakarta 2021

93,81 persen responden mengaku belum mendapatkan upah layak; · 26,80 persen responden tidak mendapatkan dua hari libur dalam sepekan meski sudah bekerja lebih dari delapan jam setiap harinya;

10 responden mengaku digaji di bawah upah minimum provinsi;
47 responden belum berstatus karyawan tetap (9 responden mengaku sudah bekerja di atas dua tahun);

86 responden mengklaim tidak memiliki Serikat Pekerja;
13,40 persen responden mengaku tidak mendapat jaminan kesehatan dari perusahaannya;

67 responden yang bekerja lembur (64 responden tak mendapat upah lembur);
13 responden tidak bekerja dari rumah (7 responden tak mendapat perlengkapan protokol kesehatan saat bekerja di lapangan); Dan berbasis 50 responden perempuan, 35 orang mengaku nihil cuti haid dan/atau tidak tahu ada cuti haid di perusahaannya(Sup);

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button